Aturan penggunaan bahan tambahan makanan di Indonesia telah dituangkan di dalam Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Bahan tambahan makanan yang dilarang adalah sebagai berikut :
1. Natrium Tetraborat (Boraks)
2. Formalin (Formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)
4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)
5. Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)
6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate)
7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)
8. P-Phenetilkarbamida (p-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
9. Asam Salisilat dan garamnya (Salilicylic Acid and its salt)
Selain bahan tambahan diatas masih ada bahan tambahan kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintesis), dan kalsium bromat (pengeras).
Walaupun sudah terdapat larangan yang pasti tentang penggunaan bahan tambahan makanan tersebut, dewasa ini masih banyak terdapat penyimpangan penggunaan bahan tambahan makanan yang dilakukan oleh seorang produsen maupun penjual makanan. Tujuan mereka semata-mata hanya untuk meningkatkan keuntungan semata tanpa memandang kesehatan konsumen.
Menurut Syah (2005) pengaruh bahan tambahan makanan terhadap kesehatan umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen sering kali tidak menyadari bahaya penggunaan bahan makanan yang tidak sesuai dengan peraturan.
Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan bahan tambahan makanan yang sering dilakukan oleh produsen makanan, yaitu :
o Menggunakan bahan makanan yang dilarang penggunaannya untuk makanan. Misalnya : Pengawet makanan menggunakan formalin, Pewarna makanan menggunakan rodamin (pewarna pakaian)
o Menggunakan bahan tambahan makanan melebihi dosis yang diizinkan.
Misalnya pada konsentrasi tinggi, sakarin akan menimbulkan rasa pahit-getir (nimbrah) dan bisa menyebahkan mual dan pusing.
Badan POM secara rutin mengawasi pangan yang beredar di Indonesia untuk memastikan apakah pangan tersebut memenuhi syarat. Dari hasil analisis sampel yang dikirimkan oleh beberapa laboratorium Balai POM antara Februari 2001 hingga Mei 2003, dapat disimpulkan bahwa masih ada pangan olahan yang menggunakan bahan kimia berbahaya, seperti :
· Rhodamin B
· Boraks
· Formalin
Di Indonesia, industri kecil, menengah dan besar diawasi oleh tenaga inspektur pangan yang profesional untuk memastikan produk yang dihasilkan memenuhi syarat dan aman. Sedangkan untuk industri pangan yang tidak terdaftar, tidak rutin dikunjungi oleh inspektur pangan dan produsen mungkin tidak sadar hukum atau bahaya yang ditimbulkan oleh bahan kimia yang mereka gunakan.
Laporan food watch ini menjelaskan tentang masalah penggunaan BT (bahan tambahan) yang dilarang oleh produsen pangan, menggambarkan hasil analisisnya dan menyediakan informasi tentang BTP yang aman.
Rhodamin B
Rhodamin B adalah pewarna merah terang komersial, ditemukan bersifat racun dan dapat menyebabkan kanker. Bahan ini sekarang banyak disalahgunakan pada pangan dan kosmetik di beberapa negara. Kelebihan dosis bahan ini dapat menyebabkan keracunan, berbahaya jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit. Gejala keracunan meliputi
iritasi pada paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. Rhodamin B tersedia di pasar untuk industri tekstil. Bahan tersebut biasanya dibeli dalam partai besar, dikemas ulang dalam plastik kecil dan tidak berlabel sehingga dapat terbeli oleh industri kecil untuk digunakan dalam pangan.
Boraks
Boraks disalahgunakan untuk pangan dengan tujuan memperbaiki warna, tekstur dan flavor. Boraks bersifat sangat beracun, sehingga peraturan pangan tidak membolehkan boraks
untuk digunakan dalam pangan. Boraks (Na2B4O7.10H2O) dan asam borat (H3BO3) digunakan untuk deterjen, mengurangi kesadahan, dan antiseptik lemah. Ketika asam borat masuk ke dalam tubuh, dapat menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, penyakit
kulit, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan bahkan kematian. Jika tertelan 5-10g boraks oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan kematian.
Formalin
Formalin adalah larutan formaldehida dalam air dan dilarang digunakan dalam industri pangan sebagai pengawet. Formaldehida digunakan dalam industri plastik, anti busa, bahan
konstruksi, kertas, karpet, tekstil, cat dan mebel. Formaldehida juga digunakan untuk mengawetkan mayat dan mengontrol parasit pada ikan. Formalin diketahui dapat menyebabkan kanker dan bila terminum dapat menyebabkan rasa terbakar pada tenggorokan dan perut. Sedikitnya 30 mL (sekitar 2 sendok makan) formalin dapat menyebabkan kematian.
Hasil yang akan dipaparkan berikut ini mungkin tidak menggambarkan keamanan pangan yang beredar secara akurat. Karena proses pengambilan sampel dilakukan oleh inspektur pangan yang mengumpulkan sampel untuk melihat apakah produk tersebut memenuhi syarat (MS) atau tidak memenuhi syarat (TMS). Mereka menggunakan ketrampilan dan pengalaman untuk menyeleksi sampel yang akan dianalisis yang diduga mengandung BT yang dilarang. Beberapa pangan ditemukan mengandung rhodamin B, boraks atau formalin Hasil analisis sampel yang TMS adalah rhodamin B (dari 315 sampel, 155 sampel mengandung rhodamin-B / 49%), boraks (dari 1222 sampel, 129 sampel mengandung boraks /11%) serta formalin (dari 242 sampel 80 sampel mengandung ormalin / 33%). Berikut ini adalah data hasil survei pangan yang mengandung maupun tidak mengandung bahan berbahaya. Data MS berarti sampel tidak mengandung bahan berbahaya. Pangan yang mengandung rhodamin B di antaranya kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup, biskuit, minuman ringan, cendol, manisan, dawet, bubur, gipang, ikan asap dan es cendol. Produk yang terbanyak ditemukan mengandung rhodamin B adalah kerupuk, terasi dan makanan ringan ( Tabel 1).
Seperti yang terlihat pada Tabel 2, pangan yang paling banyak mengandung boraks adalah mie basah, bakso, makanan ringan dan kerupuk. Lebih dari 99% sampel mie kering tidak mengandung boraks.
Tabel 3 menunjukkan lebih dari separuh sampel mie (51%) dan lebih dari 1/5 (22%) tahu yang dianalisis mengandung formalin. Hanya satu sampel pangan yang lain (bakso) engandung formalin. Sebanyak 13 sampel mie basah mengandung formalin dan boraks.
DAFTAR PUSTAKA
BSN.1995.SNI Bahan Tambahan Makanan SNI No01.0222.1995. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Cahaya, S. 2003 . Bahan Tambahan Makanan, Manfaat dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Jurnal Info Kesehatan. USU. Medan.
Departemen Kesehatan Republik Indanesia, 1979. Peraturan Menteri Kesehatan 235/Men.Kes/PerNU1979. Tentang Bahan Tambahan Makanan, Jakarta.
Depmmen Kesehatan RepubIik Indonesia, 1985. Peraturan Menteri Kesehatan 235&kn.Kes/Per/V/l985. Tentang Zat Pewama Tertentu Yang Berbahaya, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000. Buku Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup bersih dan Sehat Ditatanan Tempat;Tempat Umum. Penyuluhan Kesehatan masyarakat, Jakarta.
Belum ada tanggapan untuk " Penyimpangan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan "
Posting Komentar