Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan permohonan pertama dalam hal Permohonan itu diajukan dengan Hak
Prioritas adalah Permohonan yang telah diajukan untuk pertama kali di negara
lain yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial
Property atau anggota World Trade Organization. Indonesia meratifikasi Paris
Convention sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Keputusan Presiden
Nomor 15 Tahun 1997.
Pasal 3
Ayat (1)
Padanan istilah
teknologi yang diungkapkan sebelumnya adalah state of the art atau prior art,
yang mencakup baik berupa literatur Paten maupun bukan literatur Paten.
Yang dimaksud
dengan tidak sama pada ayat ini adalah bukan sekadar beda, tetapi harus dilihat
sama atau tidak samanya fungsi ciri teknis (features) Invensi tersebut dengan
ciri teknis Invensi sebelumnya.
Ayat (2)
Dalam
Undang-undang ini, ketentuan mengenai uraian lisan atau melalui peragaan atau
dengan cara lain tidak hanya dilakukan di Indonesia, tetapi juga terhadap
hal-hal tersebut yang dilakukan di luar negeri dengan ketentuan bahwa bukti
tertulis harus tetap pula disampaikan.
Ayat (3)
Dalam
Undang-undang Paten-lama, kelompok kata merupakan bagian Invensi terdahulu
dapat menimbulkan salah tafsir sehingga dalam Undang-undang ini kelompok kata
tersebut dihilangkan.
Yang dimaksud
dengan pemeriksaan substantif pada ayat ini dan dalam pasal-pasal selanjutnya
adalah pemeriksaan terhadap Invensi yang dinyatakan dalam Permohonan, dalam
rangka menilai pemenuhan atas syarat:
baru, langkah
inventif dan dapat diterapkan dalam industri, serta memenuhi ketentuan kesatuan
Invensi, diungkapkan secara jelas, dan tidak termasuk dalam kategori Invensi
yang tidak dapat diberi Paten.
Yang dimaksud
dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya pada ayat ini mencakup dokumen
Permohonan yang diajukan di Indonesia dan dipublikasikan pada atau setelah
Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas dari Permohonan yang sedang diperiksa
substantifnya. Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas dokumen yang
dipublikasikan tersebut lebih awal dari pada Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas
dari Permohonan yang substantifnya sedang diperiksa.
Ketentuan ini
dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan yang muncul akibat adanya invensi
yang sama yang diajukan oleh Pemohon lain dalam waktu yang tidak bersamaan
(conflicting application).
Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud
dengan pameran yang resmi adalah pameran yang diselenggarakan oleh Pemerintah;
sedangkan pameran
yang diakui sebagai pameran resmi adalah pameran yang diselenggarakan oleh
masyarakat tetapi diakui atau memperoleh persetujuan Pemerintah.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Jika Invensi
tersebut dimaksudkan sebagai produk, produk tersebut harus mampu dibuat secara
berulang-ulang (secara massal) dengan kualitas yang sama, sedangkan jika
Invensi berupa proses, proses tersebut harus mampu dijalankan atau digunakan
dalam praktik.
Pasal 6
Paten sederhana
hanya diberikan untuk Invensi yang berupa alat atau produk yang bukan sekadar
berbeda ciri teknis-nya, tetapi harus memiliki fungsi/kegunaan yang lebih
praktis daripada Invensi sebelumnya dan bersifat kasat mata atau berwujud
(tangible).
Adapun Invensi
yang sifatnya tidak kasat mata (intangible), seperti metode atau proses, tidak
dapat diberikan perlindungan sebagai Paten Sederhana.
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Dalam hal
pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan pembedahan tersebut menggunakan
peralatan kesehatan, ketentuan ini hanya berlaku bagi Invensi metodenya saja,
sedangkan peralatan kesehatan termasuk alat, bahan, maupun obat, tidak termasuk
dalam ketentuan ini.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d butir i
Yang dimaksud
dengan makhluk hidup dalam huruf d butir i ini mencakup manusia, hewan, atau
tanaman, sedangkan yang dimaksud dengan jasad renik adalah makhluk hidup yang
berukuran sangat kecil dan tidak dapat dilihat secara kasat mata melainkan
harus dengan bantuan mikroskop, misalnya amuba, ragi, virus, dan bakteri.
Huruf d butir ii
Yang dimaksud
dengan proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan dalam
butir ii adalah proses penyilangan yang bersifat konvensional atau alami,
misalnya melalui teknik stek, cangkok, atau penyerbukan yang bersifat alami,
sedangkan proses non-biologis atau proses mikrobiologis untuk memproduksi
tanaman atau hewan adalah proses memproduksi tanaman atau hewan yang biasanya
bersifat transgenik/rekayasa genetika yang dilakukan dengan menyertakan proses
kimiawi, fisika, penggunaan jasad renik, atau bentuk rekayasa genetika lainnya.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan dicatat dan diumumkan pada ayat ini dan dalam ketentuan-ketentuan
selanjutnya dalam Undang-undang ini adalah dicatat dalam Daftar Umum Paten dan
diumumkan dalam Berita Resmi Paten.
Yang dimaksud
dengan Daftar Umum Paten adalah suatu daftar yang berisi data mengenai
bibliografi dan status Permohonan dan Paten yang dicatat oleh Direktorat
Jenderal dan dapat dilihat oleh masyarakat umum.
Yang dimaksud
dengan Berita Resmi Paten adalah bentuk pengumuman yang berisi informasi
mengenai status Permohonan dan Paten yang dapat dilihat oleh masyarakat umum
yang dapat digunakan untuk memantau kegiatan Direktorat Jenderal.
Materi Permohonan
dan Paten yang akan diumumkan mencakup informasi tentang bibliografi,
spesifikasi, pengalihan, lisensi, pelanggaran, perubahan alamat Pemohon atau
Pemegang Paten yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal.
Berita Resmi
Paten dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk antara lain dalam bentuk buku
(saat ini) dan pada masa yang akan datang dibuat dalam format digital.
Pasal 9
Secara umum
produk atau alat yang dilindungi, diperoleh dalam waktu yang relatif singkat,
dengan cara yang sederhana, dengan biaya yang relatif murah, dan secara
teknologi juga bersifat sederhana sehingga jangka waktu perlindungan selama 10
(sepuluh) tahun dinilai cukup untuk memperoleh manfaat ekonomi yang wajar.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Pencantuman nama
Inventor dalam sertifikat pada dasarnya adalah lazim. Hal itu dikenal sebagai
hak moral (moral right).
Pasal 13
Ayat (1)
Ketentuan ini
dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada pemakai terdahulu yang
beriktikad baik, tetapi tidak mengajukan Permohonan.
Dalam hal ini,
kegiatan yang dilakukannya dan merupakan pelaksanaan Invensi tersebut tetap
dapat dilaksanakan olehnya sebagai pemakai terdahulu sampai dengan batas masa
perlindungan Paten.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Invensi tersebut
harus benar-benar merupakan hasil kegiatan yang dilakukan dengan iktikad baik
oleh orang yang pertama kali memakai Invensi tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Hak eksklusif
artinya hak yang hanya diberikan kepada Pemegang Paten untuk jangka waktu
tertentu guna melaksanakan sendiri secara komersial atau memberikan hak lebih
lanjut untuk itu kepada orang lain. Dengan demikian, orang lain dilarang
melaksanakan Paten tersebut tanpa persetujuan Pemegang Paten.
Yang dimaksud
dengan produk mencakup alat, mesin, komposisi, formula, product by process,
sistem, dan lain-lain. Contohnya adalah alat tulis, penghapus, komposisi obat,
dan tinta.
Yang dimaksud
dengan proses mencakup proses, metode atau penggunaan. Contohnya adalah proses
membuat tinta, dan proses membuat tisu.
Yang dimaksud
dengan pihak adalah orang, beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum
yang disesuaikan dengan konteks naskah masing-masing.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi pihak yang betul-betul memerlukan
penggunaan Invensi semata-mata untuk penelitian dan pendidikan. Di samping itu,
yang dimaksud dengan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau
analisis, mencakup juga kegiatan untuk keperluan uji bioekivalensi atau bentuk
pengujian lainnya.
Yang dimaksud
dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten adalah agar
pelaksanaan atau penggunaan Invensi tersebut tidak digunakan untuk kepentingan
yang mengarah kepada eksploitasi untuk kepentingan komersial sehingga dapat
merugikan bahkan dapat menjadi kompetitor bagi Pemegang Paten.
Pasal 17
Ayat (1)
Ketentuan ini
dimaksudkan untuk menunjang adanya alih teknologi, penyerapan investasi,
penyediaan lapangan kerja dengan dilaksanakannya Paten melalui pembuatan
produk.
Ayat (2)
Ketentuan pada
ayat (2) ini dimaksudkan untuk mengakomodasi rasionalitas ekonomi dari
pelaksanaan Paten sebab tidak semua jenis Invensi yang diberi Paten dapat
secara ekonomi menguntungkan apabila skala pasar bagi produk yang bersangkutan
tidak seimbang dengan investasi yang dilakukan. Beberapa cabang industri
menghadapi persoalan ini, misalnya industri di bidang farmasi. Di cabang
industri seperti itu skala kelayakan ekonomi seringkali meliputi pasar yang
berskala regional misalnya kawasan Asia Tenggara. Untuk itu, kelonggaran
diberikan atas dasar penilaian objektif.
Apabila Paten
tidak akan dilaksanakan di Indonesia, Pemegang Paten harus mengajukan
permintaan kelonggaran yang disertai alasan dan bukti yang diberikan oleh
instansi yang berwenang. Misalnya di bidang obat atau farmasi bukti serupa
diberikan oleh Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, sedangkan di
bidang elektronik diberikan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Apabila Invensi tersebut menyangkut teknologi untuk keperluan di bidang
eksplorasi, keterangan diberikan oleh Departemen Pertambangan dan Energi.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai syarat pengecualian yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah
diharapkan tetap memperhatikan upaya untuk menunjang alih teknologi yang
efektif dan dapat meningkatkan devisa Negara.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 18
Yang dimaksud
dengan biaya tahunan (annual fee) adalah biaya yang harus dibayarkan oleh
Pemegang Paten secara teratur untuk setiap tahun. Istilah itu dikenal juga di
beberapa negara sebagai biaya pemeliharaan (maintenance fee).
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Yang dimaksud
dengan satu kesatuan Invensi adalah beberapa Invensi yang baru dan masih memiliki
keterkaitan langkah inventif yang erat. Misalnya, suatu Invensi yang berupa
alat tulis yang baru dengan tintanya yang baru. Dalam kasus tersebut jelas
bahwa tinta tersebut merupakan satu kesatuan Invensi untuk dipergunakan pada
alat tulis, yang merupakan suatu Invensi yang baru sehingga alat tulis dan
tintanya tersebut dapat diajukan dalam satu Permohonan. Contoh lain, Invensi
berupa suatu produk yang baru dan proses untuk membuat produk tersebut.
Setiap Permohonan
hanya dapat diajukan untuk satu Invensi atau satu kesatuan Invensi yang terdiri
dari beberapa Invensi yang saling berkaitan.
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan bukan Inventor adalah pihak lain yang menerima pengalihan Invensi dari
Inventor. Yang dimaksud dengan bukti yang cukup, misalnya dapat berupa
pernyataan dari perusahaan bahwa Inventor adalah karyawannya atau pengalihan
Invensi dari Inventor kepada perusahaan tempatnya bekerja.
Ayat (2)
Ketentuan ini
dimaksudkan untuk melindungi Inventor dari kemungkinan yang merugikannya.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Klaim adalah
bagian dari Permohonan yang menggambarkan inti Invensi yang dimintakan
perlindungan hukum, yang harus diuraikan secara jelas dan harus didukung oleh
deskripsi.
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Yang dimaksud
dengan gambar dalam huruf ini adalah gambar teknik.
Huruf k
Abstrak adalah
ringkasan dari deskripsi yang menggambarkan inti Invensi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Sejalan dengan
konsep/pengertian bahwa Paten merupakan bagian dari sistem hak kekayaan
intelektual yang komprehensif, Konsultan Paten yang dalam Undang-undang
Paten-lama disebut Konsultan Paten, dalam Undang-undang ini disebut Konsultan
Hak Kekayaan Intelektual.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Maksud ketentuan
ini adalah untuk membantu proses pengajuan Permohonan dari Inventor atau yang
berhak atas Invensi yang berdomisili di luar wilayah Negara Republik Indonesia
sebab hal ini antara lain menyangkut bahasa dan pemenuhan persyaratan yang
harus dipenuhi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan dokumen prioritas adalah dokumen Permohonan yang pertama kali diajukan
di suatu negara anggota Paris Convention atau World Trade Organization yang
digunakan untuk mengklaim tanggal prioritas atas Permohonan ke negara tujuan,
yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu, dan disahkan oleh
pejabat yang berwenang di kantor Paten tempat permohonan Paten yang pertama
kali diajukan.
Pihak berwenang
yang mengesahkan salinan permohonan pertama kali adalah pejabat Kantor Paten di
negara tempat permohonan Paten pertama kali diajukan. Bila permohonan tersebut
diajukan melalui Patent Cooperation Treaty (PCT), pihak yang berwenang tersebut
adalah pejabat World Intellectual Property Organization (WIPO), yaitu badan PBB
yang bertugas mengadministrasikan perjanjian internasional mengenai
intellectual property. Indonesia meratifikasi PCT dengan Keputusan Presiden
Nomor 16 Tahun 1997.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud
dengan salinan sah pada huruf a sampai huruf d ayat ini adalah salinan surat
atau dokumen yang berkaitan dengan hasil pemeriksaan, keputusan pemberian
Paten, penolakan Paten, atau pembatalan Paten untuk Invensi yang sama di luar
negeri yang dikeluarkan oleh pihak yang berhak.
Huruf b
Yang dimaksud
dokumen Paten adalah dokumen Permohonan yang sudah diberi Paten dan telah
diumumkan; dokumen tersebut diperlukan untuk mempermudah dan mempercepat
penilaian terhadap sifat kebaruan (novelty) dan langkah inventif dari Invensi.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud
dengan dokumen lain dalam huruf ini, antara lain, adalah dokumen pembanding,
hasil penelusuran, hasil pemeriksaan awal dan korespondensi hasil pemeriksaan
di luar negeri.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan tambahan penjelasan dalam ayat ini dapat berupa keterangan mengenai
adanya amendemen yang dilakukan oleh Pemohon terhadap dokumen permohonan Paten
berdasarkan hasil penelusuran atau hasil pemeriksaan awal dan hal ini bersifat
sebagai kelengkapan informasi yang mungkin diperlukan dalam pemeriksaan.
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Ketentuan ini
merupakan syarat-syarat yang disebut sebagai persyaratan minimum (minimum
requirements). Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan Pemohon dalam memperoleh
Tanggal Penerimaan yang sangat penting bagi status Permohonan karena sistem
yang digunakan adalah first to file. Selain itu, hal ini dimaksudkan untuk
memberikan kepastian mengenai Tanggal Penerimaan (filing date) oleh Direktorat
Jenderal.
Hal ini juga
dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat dengan
memperhatikan serta menyesuaikan dengan syarat minimum Tanggal Penerimaan bagi
Permohonan yang diajukan melalui Patent Cooperation Treaty.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Yang dimaksud
dengan memperluas lingkup Invensi dalam suatu amendemen adalah menambah
inti/subjek, informasi baru, atau mengurangi ciri-teknis Invensi, baik di dalam
deskripsi, gambar maupun klaim, yang dapat berakibat lebih luasnya lingkup
Invensi.
Pasal ini
menekankan bahwa amendemen yang diperbolehkan hanya untuk memperjelas lingkup
Invensi.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud
dengan Invensi sebagaimana dinyatakan dalam urutan klaim yang pertama pada ayat
(5) ini adalah sebagai berikut.
Jika suatu
Permohonan berisi 12 klaim yang terdiri atas:
1. Invensi A yang
dinyatakan dalam klaim 1 sampai 5;
2. Invensi B yang
dinyatakan dalam klaim 6 sampai 10 yang merupakan Invensi yang berbeda dan
tidak terkait dengan Invensi A;
3. Invensi C yang
dinyatakan dalam klaim 11 sampai 12 yang merupakan Invensi yang berkaitan
dengan Invensi A.
Dari ketiga
Invensi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Invensi A merupakan satu
kesatuan Invensi dengan Invensi C, sedangkan Invensi B tidak merupakan satu
kesatuan Invensi dengan Invensi A atau pun Invensi C.
Berdasarkan
ketentuan pada ayat (5) ini Invensi yang akan diperiksa hanya klaim 1 sampai 5
(Invensi A) dan klaim 11 sampai 12 (Invensi C).
Sedangkan klaim 6
sampai 10 (Invensi B) tidak akan diperiksa, dan disarankan untuk diajukan
sebagai Permohonan pecahan.
Pasal 37
Yang dimaksud
dengan memperhatikan ketentuan dalam Undang-undang ini adalah memperhatikan
ketentuan perubahan Paten menjadi Paten Sederhana atau sebaliknya tidak boleh
menyimpang dari ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36.
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini
dibuat untuk memberikan kesempatan apabila Pemohon yang karena kepentingannya
ingin diumumkan lebih awal. Hal itu juga selaras dengan ketentuan dalam
Permohonan yang diajukan melalui Patent Cooperation Treaty (PCT).
Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan sarana khusus yang disediakan oleh Direktorat Jenderal mencakup papan
pengumuman dan jika keadaan memungkinkan microfilm, microfiche, CD-ROM,
Internet, dan media lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Dalam jangka
waktu tersebut, pengumuman dilakukan secara terus-menerus.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Klasifikasi
dimaksudkan untuk mengelompokkan Invensi dalam Permohonan sesuai dengan bidang
teknologi yang terkait. Dengan cara ini, kegiatan penelusuran terhadap Invensi
sejenis (untuk mencari dokumen pembanding) yang diperlukan dalam rangka
pemeriksaan substantif atas Permohonan dapat dilakukan secara lebih mudah dan
cepat.
Walaupun
Indonesia belum/tidak meratifikasi International Patent Classification (IPC),
dalam praktiknya Indonesia menggunakan IPC sebagaimana yang banyak diterapkan
oleh berbagai negara. Dalam sistem itu, Invensi dikelompokkan ke dalam
kurang-lebih 60.000 sub-grup, yang dapat dikategorikan ke dalam 8 (delapan)
kelompok besar (section) dan dibagi lebih lanjut ke dalam kelas, sub-kelas,
grup, dan sub-grup.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan pandangan mencakup informasi yang disampaikan oleh pihak lain tanpa
disertai permintaan apa pun, sedangkan keberatan merupakan informasi yang
disampaikan oleh pihak lain yang disertai dengan permintaan untuk tidak memberikan
Paten terhadap Invensi yang diumumkan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan penyampaian informasi mengenai Invensi yang tidak dianggap sebagai
pelanggaran kewajiban menjaga kerahasiaan adalah pemberian suatu informasi
mengenai Invensi, baik oleh Direktorat Jenderal maupun oleh Instansi terkait
yang menerima informasi Invensi tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Mungkin sekali,
bidang keahlian yang diperlukan bagi pelaksanaan pemeriksaan substantif suatu
invensi yang dimintakan Paten ternyata tidak atau kurang dikuasai oleh
Pemeriksa Paten. Begitu pula fasilitas yang diperlukan untuk mengadakan
pemeriksaan secara baik, dimiliki oleh instansi atau lembaga lain. Dalam hal
demikian itu, Direktorat Jenderal melalui program kerja sama antar negara dapat
meminta bantuan ahli dalam wujud penggunaan fasilitas dari instansi atau
lembaga lain, misalnya European Patent Office (Kantor Paten Eropa), Japanese
Patent Office (Kantor Paten Jepang), United States Patent and Trademark Office
(Kantor Paten Amerika Serikat).
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Karena sifat
keahlian serta lingkup kerja yang bersifat khusus, sudah sepantasnya jabatan
Pemeriksa Paten diberi status sebagai jabatan fungsional karena pada dasarnya
mereka bekerja berdasarkan keahlian. Status itu diberikan dalam rangka pembinaan
kariernya sehingga tidak tertinggal oleh rekannya dalam satuan organisasi yang
memiliki jenjang jabatan yang bersifat struktural.
Dalam rangka
pembinaan itu pula kepada Pemeriksa Paten diberikan penjenjangan jabatan
fungsional dan tunjangan yang bersifat khusus, di samping hak-hak lainnya yang
lazim diterima oleh pegawai negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 52
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan ketidakjelasan atau kekurangan lain yang dinilai penting mencakup,
antara lain adanya uraian dalam deskripsi atau klaim yang tidak jelas dan
uraian dalam deskripsi yang tidak mendukung klaim yang dinyatakan. Selain itu
termasuk pula ketidakterkaitan dan ketidakkonsistensian uraian dalam klaim dan
deskripsi.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
acuan adalah referensi yang diperoleh dari hasil penelusuran baik literatur
Paten maupun non-paten (majalah, dll).
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan pemecahan tersebut memperluas lingkup Invensi adalah Permohonan hasil
pemecahan yang lingkup perlindungan Invensinya lebih luas daripada lingkup
perlindungan Invensi semula.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Permohonan
banding tidak dapat diajukan dalam hal Permohonan dianggap ditarik kembali.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Yang dimaksud
tanggal pengiriman surat pemberitahuan adalah tanggal stempel pos.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Ayat (1)
Sebagaimana
halnya dengan hak kekayaan intelektual yang lain seperti Hak Cipta dan Merek, Paten
pada dasarnya adalah hak milik perseorangan yang tidak berwujud dan timbul
karena kemampuan intelektual manusia. Sebagai hak milik, Paten dapat dialihkan
oleh Inventornya atau oleh yang berhak atas Invensi itu kepada perorangan atau
kepada badan hukum. Adapun sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan, misalnya pemilikan Paten karena pembubaran badan hukum yang
semula merupakan Pemegang Paten. Dalam hal yang menjadi sebab peralihan Paten
didasarkan atas peraturan di bawah undang-undang, peraturan tersebut tidak
boleh bertentangan dengan Undang-undang ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan hak sebagai pemakai terdahulu dalam ayat ini adalah hak untuk
melaksanakan suatu Invensi sebagaimana halnya dengan hak Pemegang Paten.
Walaupun
demikian, hak tersebut tidak dapat dialihkan, kecuali melalui pewarisan. Hal
itu tidak lain karena hak sebagai pemakai terdahulu bukan merupakan hak yang
bersifat sepenuhnya eksklusif, seperti halnya Paten, melainkan diberikan dalam
keadaan khusus.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 68
Hak ini disebut
sebagai hak moral. Lihat juga Pasal 12 ayat (6).
Pasal 69
Ayat (1)
Berbeda dari
pengalihan Paten yang pemilikan haknya juga beralih, Lisensi melalui suatu
perjanjian pada dasarnya hanya bersifat pemberian hak untuk menikmati manfaat
ekonomi dari Paten dalam jangka waktu dan syarat-syarat tertentu pula.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Ayat (1)
Royalti adalah
imbalan yang diberikan oleh penerima/pemegang Lisensi kepada Pemegang Paten
atas pelaksanaan Invensinya. Imbalan tersebut dapat berupa uang atau bentuk
lainnya yang disepakati para pihak.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan perjanjian lain yang sejenis adalah perjanjian yang lazim dibuat dalam
rangka pengalihan kemampuan atau pengalihan pengetahuan tentang teknologi yang
tidak dipatenkan (know how and technology transfer).
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Ayat (1)
Keadaan ini
biasanya terjadi dalam pelaksanaan Paten yang merupakan hasil penyempurnaan
atau pengembangan Invensi yang lebih dahulu telah dilindungi Paten. Oleh
karenanya pelaksanaan Paten yang baru tersebut berarti melaksanakan sebagian
atau seluruh Invensi yang telah dilindungi Paten yang dimiliki oleh pihak lain.
Apabila Pemegang
Paten terdahulu memberi Lisensi kepada Pemegang Paten berikutnya, yang
memungkinkan terlaksananya Paten berikutnya tersebut, maka dalam hal ini tidak
ada masalah pelanggaran Paten.
Tetapi kalau
Lisensi untuk itu tidak diberikan, semestinya Undang-undang ini menyediakan
jalan keluarnya. Oleh karenanya agar Paten yang diberikan belakangan dapat
dilaksanakan, sudah sewajarnya bila yang terakhir ini juga dimungkinkan untuk
melaksanakannya tanpa melanggar Paten yang terdahulu.
Hal ini hanya
dapat terlaksana apabila lisensi-wajib diberikan oleh Direktorat Jenderal.
Contoh mengenai
hal ini adalah sebagai berikut:
Paten A terdiri
atas empat klaim yang seluruhnya merupakan satu kesatuan.
Paten B yang
diperoleh sesudah Paten A, pada dasarnya berisikan tiga klaim yang pada
hakekatnya merupakan penyempurnaan dan pengembangan tiga klaim di antara empat
klaim pada Paten A.
Sebagai hasil
penyempurnaan dan pengembangan, sudah barang tentu Paten B memiliki basis
teknologi yang ada pada Paten A.
Seandainya
Pemegang Paten B bermaksud akan melaksanakan Patennya hal tersebut akan sulit
tanpa melanggar salah satu klaim dalam Paten A.
Bila Pemegang
Paten A memberikan Lisensi kepada Pemegang Paten B untuk melaksanakan satu
klaim miliknya, jelas tidak akan timbul masalah. Tetapi kalau Pemegang Paten A
tidak bersedia memberikan Lisensi maka satu-satunya jalan bagi Pemegang Paten B
adalah meminta lisensi-wajib ke Direktorat Jenderal.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud
dengan ternyata tidak mampu mencegah berlangsungnya pelaksanaan Paten dalam bentuk
dan cara yang merugikan kepentingan masyarakat adalah bahwa walaupun telah
diberikan lisensi-wajib, pemberian lisensi-wajib tersebut tidak diikuti dengan
pelaksanaannya sehingga produk yang sangat dibutuhkan masyarakat tersebut tidak
terpenuhi dan maksud pemberian lisensi-wajib tersebut tidak terlaksana.
Misalnya, pemberian lisensi-wajib untuk memproduksi obat tetapi tidak
dilaksanakan secara efektif sehingga jumlah yang diproduksi tetap sedikit dan
harga obat tetap mahal.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan putusan Pengadilan Niaga pada ayat ini adalah putusan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Cukup jelas
Pasal 98
Ayat (1)
Penerima Lisensi
Paten yang dibatalkan, pada dasarnya dapat terus melaksanakan hak yang
diperolehnya. Lisensi tersebut menjadi Lisensi atas Paten lain yang tidak
dibatalkan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 99
Ayat (1)
Karena masalah
pertahanan dan keamanan Negara, dan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan
nasional merupakan hal yang mendasar, wajarlah apabila Pemerintah atau pihak
ketiga yang diberi izin oleh Pemerintah untuk melaksanakan Paten yang terkait.
Pengaturan ini
pun dimungkinkan menurut ketentuan dalam Article 31 Persetujuan TRIPs. Contoh
Invensi yang terkait dengan pertahanan dan keamanan Negara, antara lain bahan
peledak, senjata api, dan amunisi.
Yang dimaksud
dengan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan nasional mencakup, antara
lain bidang kesehatan seperti obat-obat yang masih dilindungi Paten di
Indonesia yang diperlukan untuk menanggulangi penyakit yang berjangkit secara
luas (endemi); bidang pertanian misalnya pestisida yang sangat dibutuhkan untuk
menanggulangi gagalnya hasil panen secara nasional yang disebabkan oleh hama.
Sebagaimana diketahui, salah satu fungsi suatu Paten adalah untuk menjamin
kelangsungan hidup perekonomian negara serta mengupayakan makin meningkatnya kesejahteraan
masyarakat di negara yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
Pasal 101
Cukup jelas
Pasal 102
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas
Pasal 104
Cukup jelas
Pasal 105
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan satu Invensi adalah suatu Invensi yang berupa satu produk atau alat yang
kasat mata.
Walaupun
demikian, dapat dicakup beberapa klaim.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud
dengan kebaruan adalah bukan sekadar berbeda ciri teknis-nya, melainkan juga
harus memiliki fungsi/kegunaan yang lebih praktis dari Invensi sebelumnya.
Pasal 106
Cukup jelas
Pasal 107
Cukup jelas
Pasal 108
Cukup jelas
Pasal 109
Ayat (1)
Ketentuan ini
dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan kecepatan kepada seorang Pemohon di
Indonesia dalam mengajukan Permohonan Patennya ke beberapa negara lain (yang
juga merupakan anggota Patent Cooperation Treaty (PCT)), dan sebaliknya Pemohon
yang berasal dari negara lain yang juga merupakan anggota PCT dapat dengan
mudah dan cepat mengajukan Permohonannya ke Indonesia.
Ayat (2)
Hal-hal yang akan
dimuat dalam Peraturan Pemerintah antara lain mencakup:
a. persyaratan
administratif tambahan yang harus dipenuhi oleh Pemohon seperti: penggunaan
bahasa asing yang dimungkinkan, penunjukan kantor Paten yang akan ditugaskan
sebagai institusi penelusur internasional (international search authority) dan
institusi pemeriksaan pendahuluan internasional (international preliminary
examination authority) oleh Pemohon, dan sebagainya;
b. kewajiban
Direktorat Jenderal sebagai kantor penerima (receiving office) atau sebagai
kantor tujuan (designated office) dari sistem ini, dan sebagainya.
Pasal 110
Cukup jelas
Pasal 111
Sebagai salah
satu sumber informasi teknologi, Paten merupakan sarana bagi peningkatan penguasaan
dan kemampuan bangsa di bidang teknologi. Oleh karena itu, dokumentasi dan
informasi Paten memiliki arti dan peran yang sangat penting, bahkan strategis.
Untuk itu, Direktorat Jenderal perlu diberi dorongan untuk menyusun sistem
dokumentasi, khususnya sistem jaringan informasi yang saling terkait dan kuat.
Dalam kerangka
itu, Direktorat Jenderal dapat memanfaatkan kemampuan dan fasilitas yang
dimiliki instansi lain, baik milik Pemerintah maupun swasta, dengan kerja sama
sebaik-baiknya dalam mewujudkan sistem itu. Selain itu, terbinanya dokumentasi
dan sistem informasi yang baik dan tangguh, juga bermanfaat bagi kelancaran
pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal itu sendiri, terutama dalam melakukan
pemeriksaan Paten. Masih dalam rangka pembangunan dan pengembangan sistem
dokumentasi dan informasi Paten secara nasional, Direktorat Jenderal dapat
memanfaatkan kesempatan bantuan teknik dan kerja sama luar negeri.
Pasal 112
Cukup jelas
Pasal 113
Cukup jelas
Pasal 114
Ayat (1), Ayat
(2) dan Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan biaya tahunan untuk pertama kali adalah biaya tahunan sebelum Paten
diberikan.
Untuk keperluan
penghitungan, tahun pertama Permohonan dihitung sejak Tanggal Penerimaan.
Contoh
penghitungan biaya tahunan yang perlu dibayarkan adalah sebagai berikut.
Permohonan yang
diajukan pada tanggal 1 April 1997 dinyatakan dapat diberi Paten pada tanggal 5
Januari 2000.
Kewajiban
Pemegang Paten untuk membayar biaya tahunan pertama kali sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling lambat harus dilakukan pada tanggal 4 Januari 2001.
Adapun besarnya
biaya yang harus dibayarkan untuk pertama kali, yang terutama dimaksudkan untuk
membayar biaya tahunan sebelum diberikannya Paten adalah sebagai berikut.
-----------------------------------------------------------------
Tahun Periode Biaya (rupiah)
-----------------------------------------------------------------
I (1 April 1997 _ 30 Maret 1998) A
II (1 April 1998 _ 30 Maret 1999) B
III (1
April 1999 _ 30 Maret 2000)
C
-----------------------------------------------------------------
Untuk 3 (tiga)
tahun pertama (sejak 1 April 1997 sampai dengan 30 Maret 2000) adalah sebesar
A+B+C rupiah.
Pembayaran biaya
tahunan berikutnya diperhitungkan sebagai berikut.
Untuk biaya
tahunan IV (1 April 2000 - 30 Maret 2001) sebesar D rupiah dapat dibayarkan
paling lambat tanggal 5 Januari 2002; dan untuk biaya tahunan V (1 April 2001 _
30 Maret 2002) sebesar E rupiah dapat dibayarkan paling lambat tanggal 5
Januari 2003, dan seterusnya.
Pasal 115
Ayat (1)
Jangka waktu 3
(tiga) tahun tersebut didasarkan atas pertimbangan untuk memberikan kesempatan
yang cukup kepada Pemegang Paten untuk mempertimbangkan sendiri kelangsungan
Patennya. Pembatalan Paten karena tidak membayar biaya tahunan diberitahukan
oleh Direktorat Jenderal kepada Pemegang Paten secara tertulis. Dalam
pemberitahuan tersebut dimuat tanggal berakhirnya Paten yang bersangkutan
sesuai dengan ketentuan Pasal ini. Biaya yang tidak dibayar selama 3 (tiga)
tahun tersebut merupakan utang yang harus tetap dibayar/dilunasi oleh Pemegang
Paten yang bersangkutan.
Ayat (2)
Untuk biaya
tahunan XVIII, pembayarannya harus dilakukan paling lambat pada akhir tahun
XVIII tersebut.
Uraian ini melanjutkan
contoh penjelasan pada Pasal 114.
Pembayaran biaya
tahunan XVIII (1 April 2014 - 30 Maret 2015) harus dilakukan paling lambat
tanggal 5 Januari 2016.
Pembayaran biaya
tahunan XIX (1 April 2015 - 30 Maret 2016) harus dilakukan paling lambat
tanggal 5 Januari 2017.
Pembayaran biaya
tahunan XX (1 April 2016 - 30 Maret 2017) harus dilakukan paling lambat tanggal
5 Januari 2018.
Pembayaran biaya
tahunan XVIII yang tidak dibayarkan pada tanggal 5 Januari 2016 mengakibatkan
Paten yang bersangkutan dinyatakan batal demi hukum terhitung sejak tanggal 5
Januari 2016. Walaupun demikian, biaya yang tidak dibayar selama 1 (satu) tahun
tersebut merupakan utang yang harus tetap dibayar/dilunasi oleh Pemegang Paten
yang bersangkutan. Demikian pula halnya dengan pembayaran biaya tahunan pada
tahun-tahun berikutnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 116
Ayat (1)
Merujuk kepada
uraian penjelasan Pasal 114:
a. Dalam hal
biaya tahunan pertama dilakukan setelah tanggal 4 Januari 2001 (misalnya pada 1
Mei 2001), maka besarnya total biaya yang harus dibayar pada saat itu oleh
Pemegang Paten adalah (A + B + C) + {2, tahun 5% x 4 x (A + B + C)}.
b. Dalam hal
keterlambatan pembayaran biaya tahunan pada tahun-tahun berikutnya (misalkan
biaya tahunan V yang baru dibayar pada 1 Juni 2003) setelah biaya tahunan pada
tahun-tahun sebelumnya (A + B + C + D) dibayar secara tepat waktu, maka total
biaya yang harus dibayarkan adalah E + (2,5% x 5 x E).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 117
Cukup jelas
Pasal 118
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan putusan Pengadilan Niaga pada ayat ini adalah putusan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 119
Ayat (1) dan Ayat
(2)
Pembuktian
terbalik diterapkan mengingat sulitnya penanganan sengketa Paten untuk proses.
Sekalipun demikian, untuk menjaga keseimbangan kepentingan yang wajar di antara
para pihak, hakim tetap diberi kewenangan memerintahkan kepada pemilik Paten
untuk terlebih dahulu menyampaikan bukti salinan Sertifikat Paten bagi proses
yang bersangkutan serta bukti awal yang memperkuat dugaan itu. Selain itu,
hakim juga wajib mempertimbangkan kepentingan pihak tergugat untuk memperoleh
perlindungan terhadap kerahasiaan proses yang telah diuraikannya dalam rangka
pembuktian yang harus dilakukannya di persidangan.
Pengertian proses
yang dipatenkan atau Paten bagi proses, pada dasarnya mengacu pada istilah yang
sama, yaitu Paten-proses (process patent).
Ayat (3)
Perlindungan
terhadap kerahasiaan tersebut sangat penting mengingat sifat suatu proses yang
pada umumnya sangat mudah dimanipulasi atau disempurnakan oleh orang yang
memiliki pengetahuan yang umum di bidang teknik atau teknologi tertentu. Dengan
demikian, atas permintaan para pihak, hakim dapat menetapkan agar persidangan
dinyatakan tertutup untuk umum.
Pasal 120
Cukup jelas
Pasal 121
Ayat (1)
Kecuali
ditentukan lain, yang dimaksud dengan juru sita dalam Undang-undang ini adalah
juru sita Pengadilan Negeri/Niaga.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 122
Cukup jelas
Pasal 123
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kecuali
ditentukan lain, yang dimaksud dengan panitera pada ayat ini adalah panitera
Pengadilan Negeri/Niaga.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud
dengan berkas perkara kasasi dalam Pasal ini adalah permohonan kasasi, memori
kasasi, dan/atau kontra memori kasasi serta dokumen lainnya.
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas
Ayat (12)
Cukup jelas
Ayat (13)
Cukup jelas
Pasal 124
Yang dimaksud
dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah negosiasi, mediasi, konsiliasi,
dan cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan Undang-undang yang
berlaku.
Pasal 125
Huruf a
Ketentuan ini
dimaksudkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya
dilanggar sehingga atas permintaan pemohon, Pengadilan Niaga diberi kewenangan
untuk menerbitkan penetapan sementara guna mencegah berlanjutnya pelanggaran
dan masuknya barang yang diduga melanggar Paten ke jalur perdagangan termasuk
tindakan importasi.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 126
Cukup jelas
Pasal 127
Cukup jelas
Pasal 128
Cukup jelas
Pasal 129
Cukup jelas
Pasal 130
Cukup jelas
Pasal 131
Cukup jelas
Pasal 132
Cukup jelas
Pasal 133
Cukup jelas
Pasal 134
Cukup jelas
Pasal 135
Huruf a
Dikecualikannya
importasi produk farmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a pada Pasal ini
adalah untuk menjamin adanya harga yang wajar dan memenuhi rasa keadilan dari
produk farmasi yang sangat dibutuhkan bagi kesehatan manusia. Ketentuan ini
dapat digunakan apabila harga suatu produk di Indonesia sangat mahal
dibandingkan dengan harga yang telah beredar secara sah di pasar internasional.
Huruf b
Pengecualian
sebagaimana dimaksud dalam huruf b pada Pasal ini adalah untuk menjamin
tersedianya produk farmasi oleh pihak lain setelah berakhirnya masa
perlindungan Paten. Dengan demikian, harga produk farmasi yang wajar dapat
diupayakan.
Yang dimaksud
dengan proses perizinan dalam huruf ini adalah proses untuk pengurusan izin
edar dan izin produksi atas suatu produk farmasi pada instansi terkait.
Pasal 136
Cukup jelas
Pasal 137
Cukup jelas
Pasal 138
Cukup jelas
Pasal 139
Cukup jelas
Belum ada tanggapan untuk "II. PASAL DEMI PASAL TENTANG PENJELASAN PATEN"
Posting Komentar