Dalam pembuatan sebuah kebijakan hendaknya didasarkan pada analisis kebijakan yang baik sehingga dapat menghasilkan kebijakan yang baik. Menurut Winarno (2007:31) ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam analisis kebijakan diantaranya, yakni:
1. Fokus utamanya adalah mengenai penjelasan kebijakan bukan mengenai anjuran kebijakan yang pantas.
2. Sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-kebijakan publik diselidiki dengan teliti dan dengan menggunakan metodelogi ilmiah.
3. Analisis dilakukan dalam rangka mengembangkan teori-teori umum yang dapat diandalkan tentang kebijakan-kebijakan publik dan pembentukannya, sehingga dapat diterapkanya terhadap lembaga-lembaga dan bidang-bidang kebijakan yang berbeda. Dengan demikian analisis kebijakan dapat bersifat ilmiah dan relevan bagi masalah-masalah politik dan sosial.
Berkaitan dengan ini, Dunn (2000:1) mendefinisikan analisis kebijakan sebagai aktifitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan). Dalam perumusan kebijakan menurut Dunn (1990), ada beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi/ legitimasi kebijakan, implementasi kebijakan, evaluasi kebijakan. Tahap-tahap ini dilakukan agar kebijakan yang dibuat dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
· Penyusunan Agenda
Penyusunan agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah
publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam penyusunan agenda juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Isu kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Isu kebijakan biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Penyusunan agenda kebijakan harus dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder.
· Formulasi Kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
· Adopsi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.
· Implementasi Kebijakan
Dalam tahap implementasi kebijakan akan menemukan dampak dan kinerja dari kebijakan tersebut. Disini akan ditemukan apakah kebijakan yang dibuat mencapai tujuan yang diharapkan atau tidak.
· Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
Menurut Tilaar dan Nugroho (2008:138) bahwa anlisis kebijakan pendidikan merupakan salah satu input yang penting dalam perumusan visi dan misi pendidikan. Bahkan seterusnya program-program pendidikan yang telah diuji cobakan atau dilaksanakan merupakan masukan bagi analisis kebijakan yang pada gilirannya akan lebih memperhalus atau mempertajam visi dan misi pendidikan.
Carl Friedrich (1969) pada buku Leo Agustino yang berjudul Dasar-Dasar Kebijakan Publik (2008:7) yang mengatakan bahwa:
“Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakn tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud”.
James Anderson (1984) pada buku Leo Agustino yang berjudul Dasar-Dasar Kebijakan Publik (2008:7) memberikan pengertian atas definisi kebijakan publik, sebagai berikut:
“Serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan”.
Menurut Leo Agustino dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik (2008:8) ada beberapa karakrteristik utama dari suatu definisi kebijakan publik :
1. Pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu daripada perilaku yang berubah atau acak.
2. Kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dari pada keputusan yang terpisah-pisah,misalnya suatu kebijakan tidak hanya meliputi keputusan untuk mengeluarkan peraturan tertentu tetapi juga keputusan berikutnya yang berkaitan dengan penerapan dan pelaksanaannya.
3. Kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya yang dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi, atau menawarkan perumahan rakyat, bukan apa maksud yang dikerjakan atau yang akan dikerjakan.jika legislatif mengeluarakan suatu regulasi yang mengharuskan para pengusaha membayar tidak kurang upah minimum yang telah dikerjakan tapi tidak ada yang yang dikerjakan untuk melaksanakan hukum tersebut,maka akibatnya tidak terjadi perubahan pada perilaku ekonomi ,sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan publik dalam contoh ini sungguh-sungguh merupakan suatu pengupahan yang tidak di atur perundang-undangan.ini artinya kebijakan publik pun memperhatikan apa yang kemudian akan atau dapat terjadi setelah kebijakan itu di implementasikan.
4. Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif. Secara positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang jelas dalam menangani suatu permasalahan; secara negatif, kebijakan publik dapat melibatkan suatu keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan apapun padahal dalam konteks tersebut keterlibatan pemerintah amat diperlukan.
5. Kebijakan publik paling tidak secara positif didasarkan pada hukum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah.
Berdasarkan uraian mengenai pengertian analisis kebijakan yang telah dikemukakan diatas, perlu kiranya memberikan batasan tentang analisis kebijakan yang kaitanya dengan pendidikan. Analisis kebijakan pendidikan sebagai suatu prosedur yang rasional untuk menelaah secara kritis isu-isu pendidikan sehingga menghasilkan pemikiran terbaik yang merupakan informasi bagi analis dalam merumuskan kebijakan.
2.1.2 Konsep Implementasi
Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:7) mengemukakan bahwa
“implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”
Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur prilaku kelompok sasaran (target group).
Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor, misalnya, kebijakan komite sekolah untuk mengubah metode pengajaran guru dikelas. Sebaliknya untuk kebijakan makro, misalnya, kebijakan pengurangan kemiskinan di pedesaan, maka usaha-usaha implementasi akan melibatkan berbagai institusi, seperti birokrasi kabupaten, kecamatan, pemerintah desa.
Pelaksanaan suatu kebijakan, menurut Grindle (1980:8-12) sangat ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan. Isi kebijakan mencakup :
1. kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan.
2. jenis manfaat yang akan dihasilkan
3. derajat perubahan yang akan diinginkan.
4. kedudukan pembuat kebijakan.
5. siapa pelaksana program.
6. sumberdaya yang dikerahkan.
Sedang konteks kebijakan mencakup :
1. kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat.
2. karakteristik lembaga dan penguasa.
3. kepatuhan serta daya tangkap pelaksana terhadap kebijakan. Di sini kebijakan yang menyangkut banyak kepentingan yang berbeda akan lebih sulit diimplementasikan dibanding yang menyangkut sedikit kepentingan. Oleh karenanya tinggi-rendahnya intensitas keterlibatan berbagai pihak (politisi, pengusaha, masyarakat, kelompok sasaran dan sebagainya) dalam implementasi kebijakan akan berpengaruh terhadap efektivitas implementasi kebijakan.
Proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlak, seperti dikemukakan oleh Syukur Abdullah (1987;11), yaitu:
a. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan;
b. Target groups, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran, dan diharapkan dapat menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan;
c. Unsur pelaksana (implementor), baik organisasi atau perorangan, yang bertanggungjawab dalam pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.
Adapun makna Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979) sebagaimana dikutip dalam buku Solichin Abdul Wahsab (2008; 65 ), mengatakan bahwa ,yaitu:
“Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian kejadian”.
Dari pandangan kedua ahli diatas dapat dikatakan bahwa suatu proses implementasi kebijaksanaan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan suatu program yang telah ditetapkan serta menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi segala pihak yang terlibat, sekalipun dalam hal ini dampak yang diharapkan ataupun yang tidak diharapkan.
Sementara Budi Winarno (2002), yang mengatakan bahwa:
“implementasi kebijakan dibatasi sebagai menjangkau tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu pemerintah dan individu-individu swasta (kelompok-kelompok) yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijaksanaan sebelumnya”.
Model proses implementasi kebijakan
Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan
Sumber-sumber kebijakan
Karakteristik badan-badan pelaksana
Kondisi-kondisi ekonomi, sosial, dan politik :
Kecendrungan pelaksana (implementors)
Kaitan antara komponen-komponen model
Masalah kapasitas.
Belum ada tanggapan untuk "Konsep Kebijakan Publik "
Posting Komentar