Model kontigensi dari kepemimpinan yang efektif
dikembangkan oleh Fiedler (1967). Menurut model ini, maka the performance of the group is contingent
upon both the motivational system of the leader and the degree to which the
leader has control and influence in a particular situation, the situational
favorableness (Fiedler, 1974:73). Dengan perkataan lain, tinggi-rendahnya
prestasi kerja suatu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin
dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi
tertentu.
Penelitian ini mengembangkan
suatu teknik yang unik untuk mengukur gaya
kepemimpinan. Pengukuran ini diciptakan dengan memberikan skor yang dapat
menunjukkan Dugaan Kesamaan di antara Keberlawanan (Assumed Similarity between Opposites – ASO) dan Teman Kerja yang
Paling Sedikit Disukai (Least Preferred
Coworker-LPC).
Dua pengukuran yang
dipergunakan saling bergantian dan ada hubungannya dengan gaya kepemimpinan tersebut dapat diterangkan
sebagai berikut:
a. Hubungan kemanusiaan atau gaya yang lunak (lenient) dihubungkan pemimpin yang tidak
melihat perbedaan yang besar di antara teman kerja yang paling banyak dan
paling sedikit disukai (ASO) atau yang memberikan suatu gambaran yang relatif
menyenangkan kepada teman kerja yang paling sedikit disenangi (LPC)
b. Gaya yang berorientasi tugas atau hard nosed dihubungkan dengan pemimpin
yang melihat suatu perbedaan besar diantara teman kerja yang paling banyak dan
paling sedikit disenangi (ASO) dan memberikan suatu gambaran tidak menyenangkan
pada teman kerja yang paling sedikit disukai (LPC)
Untuk menguji
hipotesa yang telah dirumuskan dari penelitian-penelitian terdahulu, maka
dikembangkan suatu model yang dinamakan Model Kontijensi Kepemimpinan yang
Efektif (A Contigency Model of Leadership
Effectiveness). Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang
menyenangkan. Adapun sifat yang menyenangkan itu diterangkan dalam hubungannya
dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini:
a.
Hubungan pemimpin-anggota
Hal ini merupakan variabel yang paling penting di dalam menentukan
situasi yang menyenangkan tersebut
b.
Derajad dari struktur tugas
Dimensi ini merupakan masukan yang amat penting kedua, dalam menentukan
situasi yang menyenangkan
c.
Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai
lewat otorita formal
Dimensi ini merupakan dimensi yang amat penting ketiga dari dalam
situasi yang menyenangkan
Suatu situasi akan dapat menyenangkan pemimpin jika ketiga dimensi di
atas mempunyai derajat yang tinggi. Dengan kata lain, suatu situasi akan
menyenangkan jika:
- pemimpin
diterima oleh para pengikutnya (derajad dimensi pertama tinggi)
- tugas-tugas
dan semua yang berhubungan dengannya ditentukan secara jelas (derajad dimensi
kedua tinggi)
- penggunaan
otoritas dan kekuasaan secara formal diterapkan dalam posisi pemimpin (derajad
dimensi ketiga juga tinggi)
2.1.1.2.
Model
Kepemimpinan Situasional Tiga Dimensi dari Reddin
Kalau dalam managerial grid,
diidentifikasi gaya-gaya kepemimpinan yang tidak secara langsung berhubungan
dengan efektivitas, maka gaya kepemimpinan tiga dimensi tersebut
menambahkan efektivitas dalam modelnya. Selain efektivitas, gaya kepemimpinan
ini juga melihat gaya kepemimpinan itu selalu dipulangkan pada dua hal mendasar
yakni hubungan pemimpin dengan tugas dan hubungan kerja. Dengan demikian, model
gaya kepemimpinan ini cocok dan mempunyai pengaruh terhadap lingkungannya.
Contoh dari teori kepemimpinan kontigensi
atau situasional adalah Bob
Sadino. Bob Sadino adalah seorang pengusaha yang mengawali usahanya dari bawah.
Sebelum menjadi pengusaha sukses seperti sekarang, ia pernah bekerja sebagai
karyawan di berbagai bidang di Eropa, namun kemudian ia memutuskan untuk pulang
ke Indonesia dan memulai usaha sendiri. Sempat mengalami jatuh bangun sebelum
akhirnya sukses membentuk Bob Sadino menjadi seseorang yang rendah hati.
Sebagai pemimpin, Bob Sadino mengelola
perusahaan sebagai sebuah keluarga, karyawan dianggap lebih seperti saudara
daripada pekerja. Bob Sadino tak pernah berhenti memotivasi karyawannya untuk
melakukan yang terbaik, hal ini didukung dengan rasa ikut memiliki karyawan
terhadap perusahaan sehingga pimpinan tidak perlu mengawasi karyawan terlalu
ketat karena karyawan telah paham betul tanggung jawabnya. Perlakuan Bob Sadino
terhadap karyawannya sangat baik, kesejahteraan karyawan diperhatikan baik
lahir maupun batin Di sisi lain, tuntutan Bob terhadap karyawannya cukup
tinggi. Kedisiplinan karyawan sangat ditegakkan, kebijakan pemotongan gaji pun
dilakukan jika ada karyawan yang melakukan kesalahan yang dianggap merugikan
perusahaan. Bob selalu menawarkan sebuah keputusan yang diambil pimpinan kepada
karyawan sebelum menetapkannya menjadi peraturan. Hal ini terbukti efektif menghindari konflik
terhadap adanya peraturan baru. Kalaupun terjadi konflik, kedekatan hubungan
antara pimpinan dan karyawan membuat konflik segera dapat diatasi karena
langsung diketahui oleh pimpinan.
Dari teori kepemimpinan situasional maka
Bob Sadino menerapkan gaya berpartisipasi, dimana terdapat hubungan yang kuat
antara pemimpin dengan bawahannya; dalam pengambilan keputusan karyawan turut
telibat sehingga mereka merasa ikut memiliki perusahaan.
KESIMPULAN
Kepemimpinan adalah suatu aktivitas untuk
mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan untuk mencapai
tujuan tertentu. Di sini dapat ditangkap suatu pengertian bahwa jika seseorang
telah mulai berkeinginan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka di sini
kegiatan kepemimpinan telah dimulai. Pengaruh dan kekuasaan dari seorang
pemimpin mulai nampak dari relevansinya.
Berdasarkan uraian pada
bab sebelumnya, telah dijelaskan bahwa terdapat beberapa teori mengenai
kepemimpinan yang mana teori kepemimpinan tersebut dapat diterapkan sehingga
tujuan dari para pemimpin yang bersangkutan dapat tercapai. Masing-masing teori
memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga tidak ada teori yang benar-benar
sempurna untuk diterapkan.
makasih gan
BalasHapus