(Kajian atas Teori Muhammad Usman Najati dan Adnan Syarif)
Oleh: Nashruddin Hilmi, M.Pd.I.
A. PENDAHULUAN
Psikologi berusaha menelaah gejala-gejala jiwa manusia melalui pola perilaku yang muncul. Perilaku yang positif mencerminkan jiwa yang sehat, sementara perilaku negatif mencerminkan jiwa yang sebaliknya, negatif. Pola perilaku yang muncul merupakan sesuatu yang menarik untuk dikaji karena menjadi dasar utama dalam mengkaji gejala-gejala kejiwaan yang ada. Namun yang tidak kalah menariknya adalah kajian tentang hakekat jiwa itu sendiri.
Banyak sekali konsepsi jiwa yang dikemukakan oleh para ahli. Namun tidak banyak yang berusaha untuk mengkaji konsepsi jiwa dalam perspektif Islam yang bersumber al-Qur’an dan as-Sunnah. Padahal, sebagai sumber ajaran agama yang memiliki nilai-nilai luhur dan transenden, Islam memiliki konsepsi jiwa yang sangat menarik dan bahkan sebagai umat Islam akan mengakuinya sebagai sebuah kebenaran hakiki.
Namun yang menjadi permasalahan adalah bahwa dalam al-Qur’an sendiri, istilah-istilah yang tersurat maupun tersirat tentang aspek psikis memerlukan sebuah kajian intens dan mendalam agar mampu membedakan berbagai istilah yang ada. Dalam al-Qur’an disebutkan istilah an-nafs, al-qalb, al-‘aql,dan ar-ruh. Istilah-istilah ini sering disebutkan dalam al-Qur’an dan harus menjadi perhatian guna membentuk pribadi yang lurus dan konsisten (baik).
Kajian tentang istilah-istilah tersebut sangat penting agar kita mampu mengkaji sesuatu yang menjadi sumber (sebab) munculnya berbagai perilaku manusia. Sumber inilah yang harus dikuasai pemahamannya agar mampu ditata dan dikendalikan dengan baik guna mendapatkan pribadi yang mendekati insan kamil sebagaimana harapan agar mampu mencontoh pribadi Rasulullah SAW.
Kajian singkat ini berusaha menemukan benang merah antara pendapat Muhammad Usman Najatid an Adnan Syarif. Kajian ini menjadi menarik karena keduanya memiliki perspektif yang berbeda. Perlu adanya sebuah diskusi guna mendapatkan satu pemahaman alternatif yang diharapkan mampu menjembatani keduanya.
B. TELAAH TEORITIS
Meskipun berdasar pada satu ajaran, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah, para ahli berbeda pendapat dalam memandang jiwa manusia. Diantara para ahli yang mengemukakan pendapatnya adalah Muhammad Usman Najati dan Adnan Syarif.
1. Jiwa Sebagai Sebuah Dorongan
Muhammad Usman Najati dalam al-Qur’an dan Psikologi mengemukakan bahwa jiwa merupakan dorongan-dorongan yang menjadikan manusia bisa beraktifitas. Dorongan-dorongan ini mempengaruhi setiap gerak perilaku manusia.
Dalam al-qur’an dorongan-dorongan tingkah laku itu diantaranya adalah:
Dorongan Fisiologis
- Dorongan menjaga diri
Dorongan ini berfungsi untuk menjaga diri, misalnya: makan, minum, berpakaian, lelah, panas, dingin, rasa sakit, dan bernafas
“Ï%©!$# y7s)n=yz y71§q|¡sù y7s9y‰yèsù ÇÐÈ
7. Yang Telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, (al-Infithar)
Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsƒø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# ħàÿRF{$#ur ÏNºtyJ¨W9$#ur 3 ÌÏe±o0ur šúïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÎÈ
155. Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (al-Baqarah)
- Dorongan kelestarian keturunan
Manusia dilengkapi dengan dorongan untuk mempertahankan kelestarian keturunannya melalui dua dorongan:
a. Dorongan seksual
189. Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang yang bersyukur". (al-A’raf)
b. Dorongan keibuan (maternal drive)
10. Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa[1114]. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak kami teguhkan hati- nya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). (al-Qashash)
[1114] setelah ibu Musa menghanyutkan Musa di sungai Nil, Maka timbullah penyesalan dan kesangsian hatinya lantaran kekhawatiran atas keselamatan Musa bahkan hampir-hampir ia berteriak meminta tolong kepada orang untuk mengambil anaknya itu kembali, yang akan mengakibatkan terbukanya rahasia bahwa Musa adalah anaknya sendiri.
Dorongan Psikis dan Spiritual
- Dorongan psikis
Psikolog modern menamakan juga dorongan psikososia. Di satu sisi individu memiliki dorongan untuk memenuhi kebutuhan individu, namun di sisi lain ia hidup di tengah-tengah individu-individu secara sosial. Misalnya, rasa memiliki, penghargaan, kehormatan, berkelompok, rasa memusuhi, berkompetisi, dan lain-lain.
20. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (al-Hadid)
148. Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (al-Baqarah)
- Dorongan spiritual
Dorongan yang berhubungan dengan aspek spiritual, seperti beragama, taqwa, cinta kebajikan, kebenaran dan keadilan.
Sebagaimana hadits Rosululloh SAW:
Semua anak dilahirkan membawa (potensi) fitrah keberagamaan yang benar....
Dorongan bawah sadar
Merupakan dorongan yang tidak bisa diterima baik oleh norma, akal, maupun nurani yang seringkali menimbulkan kegelisahan akibat dorongan itu dijauhkan dari wilayah perasaan dan kesadarannya. Dorongan ini bisa muncul sewaktu-waktu atau tetap menjadi rahasia individu dimana Allah SWT menutupinya atau membukanya.
29. Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka ?
30. Dan kalau kami kehendaki, niscaya kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu. (Muhammad)
Konflik antar dorongan
Konflik terjadi manakala ada dua dorongan atau lebih yang saling bertentangan. Terkadang salah satu mengalahkan yang lain, terkadang individu tidak mampu menentukan sehingga menimbulkan keraguan dalam jiwa.
45. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari Kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, Karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya. (at-Taubah)
10. Dan kami Telah menunjukkan kepadanya dua jalan[1578], (al-Balad)
[1578] yang dimaksud dengan dua jalan ialah jalan kebajikan dan jalan kejahatan.
Mengendalikan dorongan
Dorongan-dorongan yang muncul bisa menjadi sesuatu yang positif, sebaliknya pula bisa menjadi negatif bila berlebihan. Kemampuan untuk mengendalikan dorongan inilah yang akan menyelamatkan manusia dari kerusakan kehidupannya. Pengendalian ini misalnya, makan, minum, berpakaian, seksual, eksplorasi alam, sikap hidup, dan sebagainya.
87. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang Telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (al-Maidah)
Penyimpangan dorongan
Dorongan merupakan hal yang harus ada dalam kehidupan individu. Namun manakala dorongan itu tidak mampu dikendalikan, bahkan tenggelam dalam pemenuhan dorongan, dan justru menjadikannya sebagai tujuan, maka indovidu telah berada dalam kekuasaan dorongannya sendiri. Individu tersebut tidak mampu lagi mengendalikan dorongannya bahkan tenggelam di dalamnya.
29. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya[852] Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (al-Isra’)
[852] Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu Pemurah.
2. Darah adalah Jiwa/Nafs
Adnan Syarif dalam Psikologi Qur’ani menjelaskan bahwa nafs memiliki tiga pengertian:
a) Nafs adalah Dzat Allah
12. Katakanlah: "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi." Katakanlah: "Kepunyaan Allah." dia Telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang[462]. dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman[463]. (al-An’am)
[462] Maksudnya: Allah Telah berjanji sebagai kemurahan-Nya akan melimpahkan rahmat kepada mahluk-Nya.
[463] Maksudnya: orang-orang yang tidak menggunakan akal-fikirannya, tidak mau beriman.
Jika demikian, maka tidak ada hak bagi kita untuk mempelajari nafs ini. Dzat Allah SWT adalah sesuatu yang transenden dan tidak bisa kita pikirkan.
b) Nafs adalah ruh
27. Hai jiwa yang tenang.
28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. (al-Fajr)
Jika demikian, kita tidak bisa pula membahas nafs dalam arti ruh ini.
85. Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (al-Isra’)
c) Nafs adalah Makhluk yang Memiliki Karakter
Dengan demikian memiliki ciri-ciri:
1) Sebagai makhluk maka ia juga berwujud dan pasti mengalami kehancuran.
185. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia Telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (ali Imran)
2) Sebagai makhluk yang memiliki sifat dzalim (aniaya).
23. Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami Telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya Pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (al-A’raf)
3) Sebagai makhluk yang mengajak kepada kejahatan namun juga bisa mendapatkan rahmat-Nya..
53. Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (Yusuf)
4) Sebagai makhluk yang memiliki sifat merendah dan takut
205. Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (al-A’raf)
Dari uraian tentang pengertian nafs sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an, Adnan Syarif menyimpulkan bahwa medan kajian psikologi (jiwa) tidak berada pada pengertian pertama dan kedua, melainkan pada pengertian yang ke tiga, yaitu makhluk yang memiliki eksistensi yang istimewa dan khusus. Dalam hal ini adalah darah.
Kesimpulan ini didasarkan pada beberapa kamus bahasa arab yang mengartikan nafs sebagai darah. Istilah imro’atun nufasaa’ yang berarti wanita yang baru melahirkan. Juga didasarkan kepada sebuah hadits Rosululloh SAW:
“Sesuatu yang tidak memiliki darah (an-nafs as-sa’ilah) itu tidak akan mengotori air jika ia mati di dalamnya. Sebaliknya, segala sesuatu yang memiliki darah (an-nafs as-sa’ilah), jika mati di dalam bejana akan mengotorinya” (HR. An-Nakh’iy)
Sejak pertengahan abad 20, para ilmuwan kimia organik, secara berturut-turut, telah menemukan bahwa setiap kekuatan akal, emosi, dan perilaku (gejala psikologis, kejiwaan, dan pikiran) tidak lain merupakan hasil berbagai intervensi dan pengaruh yang bersifat fisikal melalui sejumlah materi biokimiawi. Materi biokimiawi itu kemudian disaring oleh seluruh sel yang ada dan masuk semuanya ke dalam darah atau pembuluh-pembuluh darah.
Sejak permulaan tahun 60-an, ilmu pengetahuan telah menemukan ratusan materi kimiawi di dalam maupun di luar tubuh. Semuanya berperan dalam memunculkan berbagai gejala dan penyakit kejiwaan; semuanya mengalir, mewujud, atau merasuk ke dalam darah. Pertanyaannya adalah, apakah agar memiliki jiwa yang sehat bisa dilakukan dengan cara membersihkan atau mengubah darah?
Tidaklah mudah untuk melakukan hal tersebut. Materi-materi kimiawi yang menyebabkan timbulnya gejala-gejala kejiwaan disaring oleh kelenjar buntu dan berbagai macam pusat saraf yang mengalirkan materi-materi ini di dalam darah. Dengan demikian, darah merupakan tempat menetap dan menyimpan ratusan materi kimiawi yang dihasilkan dari berbagai macam bagian tubuh seperti alat pencernaan, kelenjar buntu, sel-sel syaraf yang tersebar di berbagai anggota tubuh dan otak.
Belum ada tanggapan untuk "KONSEPSI JIWA DALAM ISLAM"
Posting Komentar