Jiwa bukanlah jasad. Jasad, tubuh, atau badan adalah tempat jiwa (darah). Darah yang mengekspresikan segala pengaruh, gejala dan perilaku manusia. Otak yang mampu berpikir dan berakal merupakan alat untuk berpikir. Akallah yang harus menjadi panutan dan penguasa atas jiwa dan gerak-geriknya. Jika tidak, akal akan dikendalikan oleh jiwa (hawa nafsu).
Sementara ruh (nyawa), yang merupakan sesuatu yang menjadi urusan Allah SWT, dan makhluk ciptaan-Nya yang hanya memiliki eksistensi ruhaniah semata serta merupakan salah satu rahasia Allah SWT, adalah “alat kehidupan” bagi setiap makhluk. Jika akal tidak mampu mengendalikan nafsu (jiwa), jasad tidak akan tenang dan mempengaruhi pula ketenangan ruh ini.
C. DISKUSI
Dari uraian kedua pendapat di atas, Najati lebih menekankan bahwa jiwa merupakan sesuatu yang abstrak (psikis) yaitu sebuah tenaga/dorongan, sedangkan Adnan Syarif berusaha memberikan pengertian yang lebih kongkrit dengan mengatakan bahwa jiwa adalah sesuatu yang nampak (pisis) yaitu darah. Namun demikian, penggunaan istilah biokimiawi sebagai unsur yang mempengaruhi darah tetap saja membawa pada sesuatu yang sulit diamati oleh inderawi biasa (mendekati abstrak) dan cenderung psikis pula. Namun, Adnan Syarif nampaknya lebih berusaha agar permasalahan kejiwaan ini bisa didekati secara fisiologis sebagai salah satu alternatif dalam pemecahan masalah-masalah psikis. Di sini, Adnan syarif berusaha melegitimasi adanya langkah-langkah fisiologis (pengobatan fisik) dalam mengatasi permasalahan kejiwaan. Langkah penanganan yang seperti ini biasanya dilakukan oleh seorang Psikiater yang tidak saja menguasai masalah-masalah psikologis, tapi juga masalah-masalah pengobatan fisik (kedokteran).
Najati dalam memberikan alternatif guna mengatasi permasalahan kejiwaan lebih menekankan pada kemampuan akal agar tidak terbawa oleh arus dorongan-dorongan yang tidak terkendali. Sedangkan Adnan Syarif menambahkan bahwa tidak sekedar akal guna mengatasi permasalahan kejiwaan, namun ada hal-hal fisiologis (biokimiawi) yang harus pula mendapatkan perhatian. Namun yang menjadi permasalahan berikutnya adalah bahwa keduanya mengabaikan aspek al-Qalb. Padahal dalam al-Qur’an, al-Qalb juga merupakan istilah yang tidak bisa diabaikan sebagai salah satu unsur psikologis yang membentuk perilaku manusia.
Al-Qalb dalam al-Qur’an
1) al-Qalb itu di dalam dada (ash-Shadr)
125. Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya[503], niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (al-An’am)
[503] disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, Karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, Maka mereka itu menjadi sesat.
Sebuah kata mutiara mengatakan bahwa ilmu itu di dada (ash-shadr), bukan di buku tulis (ash-shutr)
2) al-Qalb membutuhkan petunjuk dan bisa dirubah (pasif).
11. Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (at-Taghabun)
110. Dan (begitu pula) kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. (al-An’am)
3) al-Qalb bisa terkena penyakit dan bisa bersikap kasar
52. Dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,
53. Agar dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat. (al-Hajj)
4) al-Qalb bisa dibentuk melalui pembiasaan terus menerus
12. Dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan setiap orang yang melampaui batas lagi berdosa,
13. Yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat kami, ia berkata: "Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu"
14. Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.
15. Sekali-kali tidak[1563], Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka. (al-Muthoffifin)
[1563] Maksudnya: sekali-kali tidak seperti apa yang mereka katakan bahwa mereka dekat pada sisi Allah.
5) al-Qalb bisa membeku dan mati (tidak bisa dirubah)
100. Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau kami menghendaki tentu kami azab mereka Karena dosa-dosanya; dan kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)? (al-A’raaf)
6) al-Qalb bisa tenang dengan senantiasa mengingat Allah SWT
28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (ar-Ra’du)
7) al-Qalb bisa menjadi sumber ketaqwaan jika senantiasa diajak oleh badan untuk beribadah
32. Demikianlah (perintah Allah). dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah[990], Maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (al-Hajj)
[990] Syi'ar Allah ialah: segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadat haji dan tempat-tempat mengerjakannya.
Fungsi al-Qalb secara Fisiologis
Secara fisik, hati berbentuk gumpalan darah yang letaknya menempel pada organ tubuh lain.
“aku halalkan dua bangkai dan dua darah: bangkai ikan dan belalang, serta hati dan limpa”
Darah yang menempel/menggantung dalam al-Qur’an disebut juga ‘alaq.
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (al-‘Alaq)
14. Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (al-Mu’minun)
Hati merupakan organ yang berfungsi merombak sel darah merah yang telah berumur 120 hari. Ini penting dilakukan agar sel darah merah tetap berada pada kondisi baik. Sel darah merah berfungsi mengangkut O2 ke dalam tubuh dan mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh. Hati yang tidak berfungsi dengan baik tidak akan bisa merombak sel-sel darah merah yang sudah udzur umurnya. Fungsi sebagai pemasok O2 tidak berfungsi dengan baik, sebaliknya fungsi pengangkut CO2 ke luar tubuh juga tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya, tubuh tidak akan mendapatkan O2 secara optimal. Padahal O2 ini sangat dibutuhkan oleh tubuh dengan kualitas yang terbaik. Di sisi lain, CO2 yang beracun akan menumpuk di dalam darah.
Sel darah merah yang sudah dirombak oleh hati akan mengalir ke empedu yang salah satu fungsinya adalah sebagai dzat yang membantu dalam pencernaan makanan di dalam usus halus. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa kualitas sari pati makanan yang diserap oleh tubuh juga ditentukan oleh kualitas hati sebagai organ yang memproduksi zat yang berguna dalam proses pencernaan makanan.
Dengan demikian, hati memiliki peran penting dalam menentukan kualitas darah dan tubuh manusia. Dari fungsi ini nampak sekali adanya logika ilmiah bahwa hati telah berfungsi sejak pertama kali manusia berwujud karena menjadi salah satu organ terpenting dalam menentukan kualitas dan sirkulasi darah serta kualitas pertumbuhan tubuh manusia itu sendiri.
Jika Adnan Syarif mengatakan bahwa kondisi darah menentukan sikap dan perilaku manusia, maka hati menjadi unsur terpenting dalam turut menentukan kualitas darah baik secara fisiologis maupun psikologis. Meskipun tidak sepenuhnya bahwa ketika seseorang mengalami gangguan kejiwaan, maka mengganti hati atau menyembuhkan hati secara medis bisa menjadi alternatif penyembuhan jiwa manusia. Karena, sebagaimana diuraikan oleh Adnan Syarif, bahwa sirkulasi darah tidak saja dipengaruhi hati, tapi juga oleh organ-organ lainnya. Pun pula bahwa hati juga menjadi penentu kualitas pertumbuhan tubuh manusia.
Belum ada tanggapan untuk "Hubungan Jiwa dengan Tubuh, Akal, dan Ruh"
Posting Komentar