Sejarah Bank di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda dan tidak lepas dari campur tangan Belanda pada masa penjajahannya di Indonesia. Pada masa itu terdapat beberapa bank yang memegang peranan penting di Hindia Belanda. Bank-bank yang ada itu antara lain : De Javasce NV, De Post Poar Bank, Hulp en Spaar Bank, De Algemenevolks Crediet Bank, dan Nederland Handles Maatscappi (NHM).
Setelah zaman kemerdekaan, perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia. Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain:
1. NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank (saat ini Bank OCBANK CENTURYNISP), didirikan 4 April 1941 dengan kantor pusat di Bandung
2. Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 yang sekarang dikenal dengan BNI '46.
3. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dari De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko.
4. Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di solo
5. Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
6. Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
B. Bentuk dan Fungsi Bank
1. Bentuk Bank
Pada awalnya, Bentuk Bank di Indonesia hanya terdiri dari Bank Pemerintah dan Bank Asing. Namun sesuai perkembanganya, Bank di Indonesia terbagi atas beberapa jenis, yaitu, Bank Central, Bank Konvensional, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Asing, dan Bank Syariah.
2. Fungsi Bank
Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat (finacial intermediary). Dalam menjalankan fungsinya, bank harus memperhatikan hal – hal berikut
[2] :
a. Rentabilitas, yaitu kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan.
b. Likuiditas, yaitu kemampuan bank untuk melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo
c. Solvabilitas, yaitu kemampuan bank untuk memnuhi kewajibannya saat bank tersebut dilikuidasi.
Selain fungsi utama, ada beberapa fungsi perbankan lainnya, antara lain :
a. Berdasarkan Perundang-Undangan Pasal 3 UU No.7 Tahun 1992, yaitu :
1) Bank sebagai penyalur kredit, baik kredit produktif maupun kredit konsumtif. Dana yang digunakan untuk menyalurkan kredit tersebut berasal dari dana pihak ketiga, berupa tabungan, giro dan deposito maupun dana bank itu sendiri.
2) Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan pembayaran.
b. Bank sebagai perantara lalu lintas moneter menjalankan fungsinya bank melakukan jasa pengiriman uang serta mengatur diskonto dan inkaso.
C. Kasus Bank Century
1. Kronologis Kasus Bank Century
Berikut ini kronologis kasus Bank Century yang menjadi perdebatan panjang di DPR dan masyarakat
[3] :
1989
Robert Tantular mendirikan Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC). Namun, sesaat setelah Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas alias rights issue pertama pada Maret 1999, Robert Tantular dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia.
2004
Dari merger Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank CIC berdirilah Bank Century. Mantan Deputi Senior Bank Indonesia Anwar Nasution disebut-sebut ikut andil berdirinya bank tersebut. Tanggal 6 Desember 2004 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengesahkan Bank Century.
Juni 2005
Budi Sampoerna menjadi salah satu nasabah terbesar Bank Century cabang Kertajaya, Surabaya.
2008
Beberapa nasabah besar Bank Century menarik dana yang disimpan di bank besutan Robert Tantular itu, sehingga Bank Century mengalami kesulitan likuiditas. Dintara nasabah besar itu adalah Budi Sampoerna, PT Timah Tbk, dan PT Jamsostek.
1 Oktober 2008
Budi Sampoerna tak dapat menarik uangnya yang mencapai Rp 2 triliun di Bank Century. Sepekan kemudian, bos Bank Century Robert Tantular membujuk Budi dan anaknya yang bernama Sunaryo, agar menjadi pemegang saham dengan alasan Bank Century mengalami likuiditas.
13 November 2008
Gubernur Bank Indonesia Boediono membenarkan Bank Century kalah kliring atau tidak bisa membayar dana permintaan dari nasabah sehingga terjadi rush. Kemudian, Bank Indonesia menggelar rapat konsulitasi melalui telekonferensi dengan Menteri Keungan Sri Mulyani, yang tengah mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang G-20 di Washington, Amerika Serikat.
14 November 2008
Bank Century mengajukan permohonan fasilitas pendanaan darurat dengan alasan sulit mendapat pendanaan. Budi Sampoerna setuju memindahkan seluruh dana dari rekening di Bank Century cabang Kertajaya, Surabaya ke Cabang Senayan, Jakarta.
20 November 2008
Bank Indonesia menyampaikan surat kepada Menkeu tentang Penetapan Status Bank Gagal pada Bank Century dan menyatakan perlunya penanganan lebih lanjut. Selaku Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan, Sri Mulyani langsung menggelar rapat untuk membahas nasib Bank Century. Dalam rapat tersebut, Bank Indonesia melalui data per 31 Oktober 2008 mengumumkan bahwa rasio kecukupan modal atau CAR Bank Century minus hingga 3,52 persen.
Diputuskan, guna menambah kebutuhan modal untuk menaikkan CAR menjadi 8 persen adalah sebesar Rp 632 miliar. Rapat tersebut juga membahas apakah akan timbul dampak sistemik jika Bank Century dilikuidasi. Dan menyerahkan Bank Century kepada lembaga penjamin.
21 November 2008
Mantan Group Head Jakarta Network PT Bank Mandiri, Maryono diangkat menjadi Direktur Utama Bank Century menggantikan Hermanus Hasan Muslim.
22 November 2008
Delapan pejabat Bank Century dicekal. Mereka adalah Sualiaman AB (Komisaris Utama), Poerwanto Kamajadi (Komisaris), Rusli Prakarta (komisaris), Hermanus Hasan Muslim (Direktur Utama), Lila K Gondokusumo (Direktur Pemasaran), Edward M Situmorang (Direktur Kepatuhan) dan Robert Tantular (Pemegang Saham).
23 November 2008
Lembaga penjamin langsung mengucurkan dana Rp 2,776 triliun kepada Bank Century. Bank Indonesia menilai CAR sebesar 8 persen dibutuhkan dana sebesar Rp 2,655 triliun. Dalam peraturan lembaga penjamin, dikatakan bahwa lembaga dapat menambah modal sehingga CAR bisa mencapai 10 persen, yaitu Rp 2,776 triliun.
26 November 2008
Robert Tantular ditangkap di kantornya di Gedung Sentral Senayan II lantai 21 dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Markas Besar Polri. Robert diduga mempengaruhi kebijakan direksi sehingga mengakibatkan Bank Century gagal kliring. Pada saat yang sama, Maryono mengadakan pertemuan dengan ratusan nasabah Bank Century untuk meyakinkan bahwa simpanan mereka masih aman.
Periode November hingga Desember 2008
Dana pihak ketiga yang ditarik nasabah dari Bank Century sebesar Rp 5,67 triliun.
Desember 2008
Lembaga penjamin mengucurkan untuk kedua kalinya sebesar Rp 2,201 triliun. Dana tersebut dikucurkan dengan alasan untuk memenuhi ketentuan tingkat kesehatan bank.
3 Februari 2009
Lembaga penjamin mengucurkan lagi Rp 1,55 triliun untuk menutupi kebutuhan CAR berdasarkan hasil assesment Bank Indonesia, atas perhitungan direksi Bank Century.
1 April 2009
Penyidik KPK hendak menyergap seorang petinggi kepolisian yang diduga menerima suap. Namun penyergarapan itu urung lantaran suap batal dilakukan. Dikabarkan rencana penangkapan itu sudah sampai ke telinga Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Sejak itulah hubungan KPK-Polri kurang mesra.
Pertengahan April 2009
Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji mengeluarkan surat klarifikasi kepada direksi Bank Century. Isi surat tersebut adalah menegaskan uang US$ 18 juta milik Budi Sampoerna dari PT Lancar Sampoerna Besatari tidak bermasalah.
29 Mei 2009
Kabareskrim Susno Duadji memasilitasi pertemuan antara pimpinan Bank Century dan pihak Budi Sampoerna di kantornya. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa Bank Century akan mencairkan dana Budi Sampoerna senilai US$ 58 juta -dari total Rp 2 triliun- dalam bentuk rupiah.
Juni 2009
Bank Century mengaku mulai mencairkan dana Budi Sampoerna yang diselewengkan Robert Tantular sekitar US$ 18 juta, atau sepadan dengan Rp 180 miliar. Namun, hal ini dibantah pengacara Budi Sampoerna, Lucas, yang menyatakan bahwa Bank Century belum membayar sepeserpun pada kliennya.
Juli 2009
KPK melayangkan surat permohonan kapada Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan audit terhadap Bank Century.
Akhir Juni 2009
Komisaris Jendral Susno Duadji mengatakan ada lembaga yang telah sewenang-wenang menyadap telepon selulernya.
2 Juli 2009
KPK menggelar koferensi pers. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Riyanto megatakan jika ada yang tidak jelas soal penyadapan, diminta datang ke KPK.
21 Juli 2009
Lembaga penjamin mengucurkan lagi Rp 630 miliar untuk menutupi kebutuhan CAR Bank Century. Keputusan tersebut juga berdasarkan hasil assesment Bank Indonesia atas hasil auditro kantor akuntan publik. Sehingga total dana yang dikucurkan mencapai Rp 6,762 triliun.
12 Agustus 2009
Mantan Direktur Utama Bank Century Hermanus Hasan Muslim divonis 3 tahun penjara karena terbukti menggelapkan dana nasabah Rp 1,6 triliun. Dan tanggal 18 Agustus 2009, Komisaris Utama yang juga pemegang saham Robert Tantular dituntut hukuman delapan tahun penjara dengan denda Rp 50 miliar subsider lima tahun penjara.
27 Agustus 2009
Dewan Perwakilan Rakyat memanggil Menkeu Sri Mulyani, Bank Indonesia dan lembaga penjamin untuk menjelaskan membengkaknya suntikan modal hingga Rp 6,7 triliun. Padahal menurut DPR, awalnya pemerintah hanya meminta persetujuan Rp 1,3 triliun untuk Bank Century. Dalam rapat tersebut Sri Mulyani kembali menegaskan bahwa jika Bank Century ditutup akan berdampak sistemik pada perbankan Indonesia. Pada hari yang sama pula, Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto menyatakan bhwa kasus Bank Century itu sudah ditingkatkan statusnya menjadi penyelidikan.
28 Agustus 2009
Wakil Presiden Jusuf Kalla membantah pernyataan Sri Mulyani yang menyatakan bahwa dirinya telah diberitahu tentang langkah penyelamatan Bank Century pada tanggal 22 Agustus 2008 --sehari setelah keputusan KKSK. Justru Kalla mengaku dirinya baru tahu tentang itu pada tanggal 25 Agustus 2008.
10 September 2009
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin Sugeng Riyono memutus Robert Tantular dengan vonis hukuman 4 tahun dengan denda Rp 50 miliar karena dianggap telah memengaruhi pejabat bank untuk tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
30 September 2009
Laporan awal audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Bank Century sebanyak 8 halaman beredar luas di masyarakat. laporan tersebut mengungkapkan banyak kelemahan dan kejanggalan serius di balik penyelamatan Bank Century dan ada dugaan pelanggaran kebijakan dalam memberikan bantuan ke Bank Century.
2 Oktober 2009
Nama Bank Century diganti menjadi Bank Mutiara.
21 Oktober 2009
Akibat kejanggalan temuan BPK tersebut, Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung membentuk tim kecil untuk menggulirkan hak angket guna mengkaji kasus Bank Century. Lima hari kemudian, wacana pembentukan Panitia Khusus Hak Angket DPR untuk mengusut kasus Bank Century menjadi perdebatan di DPR.
12 November 2009
139 anggota DPR dari 8 Fraksi mengusulkan hak angket atas pengusutan kasus Bank Century.
2. Bailout Century Dari Perspektif Ekonomi dan Keuangan Negara.
Untuk melihat apakah bail out Century memiliki argumentasi kuat secara ekonomi, ada baiknya kita melihat komparasi situasi ekonomi antara ketika krisis 1997/98 dan krisis 2008. Biasanya, indikator yang digunakan untuk melihat adanya tekanan terhadap pasar keuangan kita adalah nilai tukar, IHSG, cadangan devisa, uang beredar, inflasi, dan indikator perbankan
[4].
Pada tahun 1997/1998 Suku bunga SBI juga lebih tinggi dibanding suku bunga KI dan KMK. Situasi ini menyebabkan, bank lebih suka menaruh dananya pada SBI dibandingkan menyalurkan kredit. Kondisi ini, berbeda dengan situasi tahun 2008. Sekalipun terjadi peningkatan suku bunga, namun tekanan suku bunga perbankan tidak setinggi krisis 1997/1998. Disamping itu, sekalipun meningkat, suku bunga SBI juga masih lebih rendah dibanding suku bunga KI dan KMK, sehingga tidak mengurangi minat bank menyalurkan kredit.
Berdasarkan analisis di atas, terlihat bahwa situasi krisis pada tahun 2008 memang berbeda dibandingkan krisis tahun 1997/1998. Bila menggunakan ukuran “sistemik”, situasi krisis 1997/1998 jauh lebih sistemik dibandingkan krisis tahun 2008. Oleh karenanya, karena argumentasi bail out Century didasarkan pada alasan bisa menimbulkan krisis sistemik, tentunya memang harus ditelaah secara objektif bagaimana ukuran sistemik yang dipakai tersebut. Kita juga tidak tahu bagaimana suasana psikologis yang terjadi ketika bail out Century diputuskan. Patut diduga bahwa krisis 1997/1998 masih menghantui para pengambil kebijakan kita waktu itu.
Bawa Perppu JPSK Ke MA Atau MK
Untuk menentukan kebijakan bail out Century, yang kini sudah masuk wilayah politik, tepat atau tidak tepat, Pansus DPR RI tidak bisa hanya mengandalkan judgement ekonomi. Karena Pansus adalah lembaga politik, semestinya mendasarkan keputusannya pada judgement hukum. Sayangnya payung tersebut juga tidak ada. Meski UU BI, sejak 2004 telah mengamanatkan agar kita memiliki UUJPSK, ternyata hingga kini tidak berhasil diwujudkan Pemerintah dan DPR. Sementara itu, Perppu JPSK inisiatif Pemerintah, kini tidak jelas kedudukannya untuk menjustifikasi kelayakan bail out Century.
Perlu diketahui bahwa bail out Century bermula dari penetapan Century sebagai bank gagal sistemik. Penetapan ini didasarkan pada Perppu JPSK. Penulis berpendapat, secara hukum penetapan Century sebagai bank gagal sistemik yang kemudian berimplikasi pada bail out tahap pertama sebesar Rp632 milyar adalah sah, karena didasarkan pada Perppu JPSK yang diakui dalam hukum ketatanegaraan kita. Sayangnya, Perpu JPSK hanya berlaku 3 bulan. Terlebih lagi, pada Sidang Paripurna 18 Desember 2008, DPR dikabarkan juga tidak menyetujui Perppu JPSK. Akibat ketidakpastian hukum inilah yang kini menimbulkan komplikasi hukum atas bail out Century pada empat tahap selanjutnya hingga mencapai Rp6,7 trilyun.
Dana Bail Out Century Bagian Keuangan Negara
Isu lain yang juga krusial adalah status dana yang digunakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk mem-bail out Century. Sebagian berpendapat bahwa dana bail out Century bukan bagian keuangan negara, karena dibayarkan dari hasil premi nasabah. Sebagian yang lain berpendapat bahwa dana LPS adalah bagian keuangan negara.
Untuk menentukan dana LPS itu bagian dari keuangan negara atau tidak, kita bisa mengambil analogi BUMN. BUMN adalah perusahaan milik negara yang modalnya berasal dari APBN yang dipisahkan. Menurut UU Keuangan Negara, BUMN adalah bagian dari keuangan negara yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Jadi, sekalipun dana yang digunakan untuk kegiatan investasi (misalnya: BUMN Asuransi) berasal dari dana nasabah, institusi BUMN adalah bagian dari keuangan negara. Itulah sebabnya, institusi hukum dapat menetapkan status korupsi bila aktivitas investasi BUMN dilakukan dengan melanggar ketentuan.
Analogi yang terjadi di BUMN ini sesungguhnya sama dengan LPS. Cara kerja LPS itu mirip dengan BUMN Asuransi. Dimana, LPS menerima premi nasabah dan menginvestasikannya dalam jenis-jenis investasi, termasuk penyertaan modal sementara (PMS) ke Century. Jika ternyata dalam kegiatan investasi LPS tersebut terdapat kerugian negara, institusi hukum dapat menetapkan adanya unsur korupsi, bila kerugian investasi ini dilakukan karena melanggar ketentuan. Terlebih lagi, status hukum LPS bukanlah badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT), sebagaimana BUMN, tetapi masih menggunakan sistem APBN
[5].
3. Aspek Hukum Kasus Bank Century
Kasus Bank Century telah menjadi bola panas yang menggelinding memasuki kawasan politik dan hukum. Kasus politik akan ditangani oleh pansus angket Bank Century sedangkan aspek hukum akan ditangani oleh KPK dan aparat hukum lainnya.
Berikut ini, sebuah kutipan dari Guru Besar Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, yang dikutip dari Harian Kompas edisi Rabu, 9 Desember 2009.
Berbagai aspek hukum bermunculan terkait dengan Bank Century. Sebagai mantan anggota Tim 8, penulis diundang Menteri Keuangan, 1 Desember. Pertemuan diisi penjelasan isu Bank Century yang disinggung dalam laporan dan rekomendasi Tim 8.
Dari identifikasi, ada delapan isu hukum terkait kasus Bank Century, yaitu :
a. Pertama, soal penalangan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Rp 6,7 triliun.
Masalah hukum muncul, apakah kebijakan yang diambil tepat dilakukan dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Isu hukum pertama ini memunculkan isu hukum kedua yang didasarkan kecurigaan publik. Publik curiga, kebijakan penalangan Bank Century dilakukan tidak untuk menyelamatkan dunia perbankan dari ketidakpercayaan masyarakat. Penalangan dicurigai sebagai pintu memanfaatkan dana guna kepentingan tertentu.Istilah ”perampokan” dan penumpang gelap pun muncul dalam kebijakan penalangan Bank Century. Guna memvalidasi kecurigaan pemanfaatan dana talangan, sejumlah pihak meminta agar Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membuka aliran dana talangan dari Bank Century.
c. Permintaan ini memunculkan isu hukum ketiga, yaitu permintaan Kepala PPATK untuk mendapatkan landasan hukum bagi dibukanya aliran dana kepada lembaga bukan institusi penegak hukum. Ini karena UU Tindak Pidana Pencucian Uang hanya menyebutkan, hanya aparat penegak hukum yang dapat meminta informasi dari PPATK.
d. Dalam koridor ini, bergulir wacana peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau fatwa Mahkamah Agung yang akan memungkinkan PPATK melakukan penyampaian informasi tentang aliran dana.Dalam konteks kecurigaan atas aliran dana talangan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bendera mengungkap pihak-pihak yang menerima aliran dana bailout Bank Century. Pihak-pihak yang disebut Bendera merasa dicemarkan nama baiknya sehingga memunculkan isu hukum keempat.
e. Selanjutnya, Bank Century memunculkan isu hukum kelima, berupa sangkaan dan dakwaan tindak pidana yang dilakukan manajemen dan pemegang saham lama. Bahkan, diduga sejumlah aset telah dilarikan ke luar negeri. Robert Tantular dan Lila Gondokusumo telah divonis bersalah pengadilan negeri meski vonis itu belum memiliki kekuatan hukum tetap. Sementara polisi berupaya menangkap pemegang saham berkewarganegaraan asing yang sempat ke luar Indonesia dan memburu aset di luar negeri yang diduga berasal dari Bank Century.
f. Isu hukum keenam adalah diperdayanya nasabah Bank Century oleh manajemen lama untuk membeli produk Antaboga. Nasabah merasa dirugikan karena produk Antaboga Bank Century bukan produk yang mendapat perlindungan.
g. Ketujuh, Bank Century memunculkan masalah hukum terkait pencairan dana yang dimiliki Budi Sampoerna. Budi Sampoerna adalah salah satu nasabah besar Bank Century yang ingin menarik dananya saat LPS telah mengambil alih Bank Century.
h. Terakhir, penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas pengacara Budi Sampoerna. Penyadapan ini melibatkan Kepala Bareskrim Mabes Polri saat itu.
4. Penyelesaian Kasus Bank Century
Melihat berbagai masalah hukum yang muncul dari Bank Century, banyak pihak cenderung melakukan generalisasi. Akibatnya terjadi pencampuradukan isu, menambah kesimpangsiuran, dan mempersulit penyelesaian berbagai kasus hukum Bank Century.
Padahal, setiap isu hukum Bank Century memiliki pendekatan berbeda dalam penyelesaian secara hukum dan forum. Sanksi hukum pun bisa berbeda-beda, mulai dari administratif, ketatanegaraan, pidana, atau perdata.
Pada isu hukum pertama, karena terkait kebijakan, maka DPR berhak mempertanyakan kebijakan penalangan Bank Century kepada pemerintah. Proses ini telah dimulai dengan disetujuinya hak angket oleh DPR.
Pada isu kedua, terkait kecurigaan penalangan dimanfaatkan bukan untuk penyelamatan dunia perbankan, maka harus dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh penegak hukum. Kepolisian, kejaksaan, atau KPK berwenang memulai proses hukum ini.
Isu hukum ketiga pun harus mendapat jalan keluar. Instrumen hukum apa yang tepat sebagai landasan bagi Kepala PPATK untuk membuka informasi aliran dana penalangan.
Terkait isu hukum keempat, pencemaran nama baik telah diadukan ke polisi, maka prosesnya harus diserahkan pada mekanisme yang ada.
Penyelesaian isu kelima, publik perlu mengawal proses hukum Robert Tantular dan kawan- kawan. Jika terbukti melakukan kejahatan, mereka harus mendapat hukum setimpal.
Isu keenam harus dicarikan jalan keluar yang tepat secara hukum agar kerugian nasabah akibat manipulasi manajemen lama Bank Century dapat dikembalikan.
Isu ketujuh terkait pencairan dana Budi Sampoerna juga harus mendapat penyelesaian. Bukan tidak mungkin isu hukum akan berujung gugatan perdata Budi Sampoerna kepada Bank Century.
Terakhir, penyadapan yang dilakukan KPK terhadap pengacara Budi Sampoerna harus mendapat penuntasan. KPK melakukan penyadapan karena ada proses hukum yang dijalankan.
Belum ada tanggapan untuk "Sejarah Perbankan di Indonesia "
Posting Komentar