Dalam Transaksi Bisnis
Karena kesibukan yang begitu padat seringkali seseorang tidak dapat menjalankan sendiri berbagai macam urusannya sehingga orang tersebut memerlukan jasa orang lain untuk menyelenggarakan kepentingannya. Berdasarkan hal itu, orang tersebut dapat memberikan kuasa kepada orang lain guna bertindak untuk dan atas nama dirinya melakukan perbuatan-perbuatan bagi orang yang memberikan kuasa. Adapun yang dimaksud dengan pemberian kuasa sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan kekuasaaan (wewenang) kepada orang lain guna bertindak untuk dan atas nama orang yang memberikan kuasa dalam menyelenggarakan suatu urusan. Berdasarkan definisi tersebut, menarik untuk digarisbawahi bahwa ternyata pemberian kuasa yang sering kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan suatu perjanjian.
Bentuk surat kuasa sendiri ada bermacam-macam, di dalam praktek kebiasaan dalam bidang bisnis salah satu diantaranya yang kita kenal yaitu surat kuasa mutlak (irrevocable power of attorney). Surat kuasa tersebut disebut “mutlak” karena sifatnya yang tidak dapat ditarik kembali oleh orang yang memberikan kuasa. Meskipun Pasal 1813, 1814 dan 1816 KUHPerdata telah mengatur bahwa pemberian kuasa akan berakhir karena surat kuasa ditarik atau dihentikan dengan pemberitahuan oleh orang yang memberikan kuasa kepada orang yang menerima kuasa, namun ketentuan tersebut dapat disimpangi oleh kesepakatan diantara para pihak karena ketentuan tersebut diatur di dalam buku ketiga KUHPerdata yang bersifat terbuka.
Seiring dengan perkembangan transaksi bisnis saat ini yang semakin variatif dan kompleks, surat kuasa mutlak kerap kali dipergunakan sebagai salah satu sarana atau bagian dalam kesepakatan atas transaksi bisnis tertentu. Sebagai contoh misalnya surat kuasa mutlak untuk menjual saham yang digadaikan, surat kuasa mutlak bagi bank untuk mencairkan deposito yang dijaminkan, dan surat kuasa mutlak untuk mendilusi saham dalam suatu perseroan berdasarkan perjanjian investasi tertentu. Surat kuasa mutlak semacam ini pada hakekatnya merupakan perjanjian turunan (accesoir) dari suatu perjanjian pokok. Surat kuasa mutlak tersebut tidak berdiri sendiri seperti surat kuasa pada umumnya, dimana si pemberi kuasa memberikan surat kuasa kepada orang lain untuk mewakili suatu urusan karena si pemberi kuasa berhalangan hadir. Surat kuasa mutlak dalam koridor bisnis biasanya dibuat sebagai perjanjian turunan (accesoir) yang bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas suatu hak tertentu dalam transaksi bisnis (business action).
Pembatasan penggunaan surat kuasa mutlak diatur dalam Instruksi Mendagri No. 14/1982 yang mengatur bahwa seseorang tidak boleh membuat surat kuasa yang bersifat mutlak untuk memindahkan suatu hak atas tanah tertentu. Selain surat kuasa mutlak untuk memindahkan hak atas tanah, hukum positif kita tidak melarang penggunaan surat kuasa mutlak. Mahkamah Agung melalui Yurisprudensinya No. 731 K/Sip/1975 tanggal 16 Desember 1976 bahkan mengakui keperluan adanya surat kuasa mutlak dalam perjanjian yang karena sifatnya memang memerlukan surat kuasa mutlak tersebut.
Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan adalah apakah surat kuasa mutlak yang merupakan perjanjian turunan (accesoir) dapat dicabut atau ditarik kembali oleh orang yang memberikan kuasa??? Dalam salah satu perkara mengenai sengketa kepemilikan saham TV swasta antara para pemegang saham lama dengan investor, majelis hakim tingkat pengadilan negeri telah mempertimbangkan bahwa surat kuasa mutlak dalam perjanjian investasi (sebagai perjanjian pokok) yang diberikan oleh pemegang saham lama kepada investor dapat dicabut kembali sekalipun surat kuasa mutlak tersebut telah mengesampingkan Pasal 1813, Pasal 1814 dan Pasal 1816 KUHPerdata dan dengan tegas mencantumkan klausul yang menyatakan surat kuasa tersebut tidak dapat ditarik kembali (irrevocable).
Menurut hemat penulis, untuk menilai apakah surat kuasa mutlak dapat dicabut kembali atau tidak, harus ditinjau secara kasus per kasus dan berdasarkan kaidah hukum yang berlaku mengenai pengaturan surat kuasa tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan diatas, pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, khususnya untuk surat kuasa mutlak yang merupakan perjanjian turunan (accesoir) dari perjanjian pokoknya. Sepanjang para pihak sepakat untuk membuat surat kuasa yang tidak dapat ditarik kembali dengan mengesampingkan pasal 1813, 1814 dan 1816 KUHPerdata, maka para pihak telah sepakat untuk melahirkan suatu kuasa mutlak yang tidak dapat ditarik kembali (irrevocable power of attorney).
Lebih lanjut, harus pula dilihat asal-usul dari pemberian surat kuasa mutlak tersebut. Dalam hal surat kuasa mutlak diberikan berdasarkan suatu perjanjian investasi yang merupakan perjanjian pokok, maka surat kuasa mutlak tersebut tidak dapat dicabut/ditarik kembali sepanjang perjanjian investasinya masih ada dan telah dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan sifat accesoir dari surat kuasa mutlak itu sendiri. Selain itu, surat kuasa mutlak dalam perjanjian investasi juga bukan termasuk surat kuasa mutlak yang dilarang untuk mengalihkan hak atas tanah tertentu sebagaimana diatur dalam Instruksi Mendagri No. 14/1982. Dengan demikian, sebagaimana telah ditegaskan oleh Mahkamah Agung melalui Yurisprudensi No. 731 K/Sip/1975, sepanjang sifat dari perjanjian pokok memerlukan adanya surat kuasa mutlak maka surat kuasa mutlak tersebut seharusnya tidak dapat dibatalkan atau ditarik kembali. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka seharusnya hukum memberikan perlindungan dan menjamin kepastian hukum bagi surat kuasa mutlak yang dibuat oleh pihak-pihak sebagai salah satu sarana yang menunjang transaksi bisnis, halmana sejalan dengan semangat Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007. Apabila tidak demikian, bagaimana misalnya dengan surat kuasa mutlak dari seorang debitur yang meminjam kredit kepada bank namun tidak memenuhi kewajibannya? Apabila surat kuasa mutlak dapat dicabut kembali oleh si debitur, bagaimana bank selaku kreditur dapat mengeksekusi deposito ataupun saham-saham yang digadaikan sebagai jaminan kredit tersebut? Apakah situasi seperti ini yang kita inginkan??
Bryan Bernadi
Associate di Kantor Hukum Andi F Simangunsong Partnership
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Surat Kuasa Mutlak Sebagai Jaminan Kepastian Hukum "
Posting Komentar