Sebagai neonatus , terutama bayi prematur, menunjukkan gejala ikterus pada hari pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari ke dua, kemudian menghilang pada hari ke sepuluh, atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan tidak memerlukan pengobatan,kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya penumpukan bilirubin tidak langsung yang berlebihan Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologik dan memerlukan pemeriksaan yang mendalam antara lain :
· Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama
· Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari
· Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan
· Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prenatur
· Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama
· Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg%pada setiap waktu.
· Ikterus yang mempunyai hubungan dengan penyakit hemoglobin, infeksi,atau suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui.
IKTERUS PATOLOGIK
Ikterus di katakan patologik jikalau pigmennya, konsentrasinya dalam serum, waktu timbulnya, dan waktu menghilangnya berbeda dari kriteria yang telah disebut pada Ikterus fisiologik. Walaupun kadar bilirubin masih dalam batas-batas fisiologik, tetapi klinis mulai terdapat tanda-tanda Kern Ikterus, maka keadaan ini disebut Ikterus patologik.
Ikterus patologik dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu :
Ø Meningkatnya produksi bilirubin, sehingga melampaui batas kemampuan hepar untuk dikeluarkan.
Ø Faktor-faktor yang menghalangi itu mengadakan obstruksi pengeluaran bilirubin.
Ø Faktor yang mengurangi atau menghalangi kemampuan hepar untuk mengadakan konjugasi bilirubin.
IKTERUS HEMOLITIK
Ikterus Hemolitik pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut Erythroblastosis foetalis atau Morbus Haemolitik Neonatorum ( Hemolytic disease of the new born ). Penyakit hemolitik ini biasanya disebabkan oleh Inkompatibilitas golongan darah itu dan bayi.
a) Inkompatibilitas Rhesus
Penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit ini terutama terdapat di negeri barat karena 15 % Penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus negatif. Di Indonesia, dimana penduduknya hampir 100% Rhesus positif, terutama terdapat dikota besar, tempat adanya pencampuran penduduk dengan orang barat. Walaupun demikian, kadang-kadang dilakukan tranfusi tukar darh pada bayi dengan ikterus karena antagonismus Rhesus, dimana tidak didapatkan campuran darah denagan orang asing pada susunan keluarga orang tuanya.
Bayi Rhesus positif dari Rhesus negatif tidak selamanya menunjukkan gejala klinik pada waktu lahir, tetapi dapat terlihat ikterus pada hari pertama kemudian makin lama makin berat ikterusnya, aisertai dengan anemia yang makin lama makin berat pula. Bila mana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat maka bayi dapat lahir dengan oedema umum disertai ikterus dan pembesaran hepar dan lien ( hydropsfoetalis ).
Terapi ditujukan untuk memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin yang berlebihan dalam serum, agar tidak terjadi Kern Ikterus.
b) INKOMPATIBILITAS ABO
Penderita Ikterus akibat hemolisis karena inkom patibilitas golongan darah ABO lebih sering ditemukan di Indonesia daripada inkom patibilitas Rh. Transfusi tukar darah pada neonatus ditujukan untuk mengatasi hiperbilirubinemia karena defisiensi G – 6 – PD dan Inkompatibilitas ABO.
Ikteru dapat terjadi pada hari pertama dan ke dua yang sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak tampak sakit, anemianya ringan, hepar dan lien tidak membesar, ikterus dapat menghilang dalam beberapa hari. Kalau hemolisiinya berat, sering kali diperlukan juga transfusi tukar darah untuk mencegah terjadinya Kern Ikterus.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.
c) Ikterus hemolitik karena incompatibilitas golongan darah lain.
Selain inkompatibilitas darah golongan Rh dan ABO, hemolisis dapat pula terjadi bila terdapat inkompatibilitas darah golongan Kell, Duffy, MN, dan lain-lain. Hemolisis dan ikterus biasanya ringan pada neonatus dengan ikterus hemolitik, dimana pemeriksaan kearah inkimpatibilitas Rh dan ABO hasilnya negatif, sedang coombs test positif, kemungkinan ikterus akibat hemolisis inkompatibilitas golongan darah lain.
d) Penyakit hemolitik karena kelainan eritrosit kongenital.
Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai erytrhoblasthosis foetalis akibat isoimunisasi. Pada penyakit ini coombs test biasanya negatif. Beberapa penyakit lain yang dapat disebut ialah sperositosis kongenital, anemia sel sabit ( sichle – cell anemia ), dan elyptocytosis herediter.
e) Hemolisis karena diferensi enzyma glukosa-6-phosphat dehydrogenase ( G-6-PD defeciency ).
Penyakit ini mungkin banyak terdapat di indonesia tetapi angka kejadiannya belum di ketahui dengan pasti defisiensi G-6-PD ini merupakan salah satu sebab utama icterus neonatorum yang memerlukan transfusi tukar darah. Icterus walaupun tidak terdapat faktor oksigen, misalnya obat-obat sebagai faktor pencetusnya walaupun hemolisis merupakan sebab icterus pada defesiensi G-6-PD, kemungkinan besar ada faktor lain yang ikut berperan, misalnya faktor kematangan hepar.
IKTERUS OBSTRUKTIVA
Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi di dalam hepar dan di luar hepar. Akibat obstruksi itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung dan bilirubin langsung.
Bila kadar bilirubin langsung melebihi 1mg%, maka harus curiga akan terjadi hal-hal yang menyebabkan obstruksi, misalnya hepatitis, sepsis, pyelonephritis, atau obstruksi saluran empedu peningkatan kadar bilirubin langsung dalam serum, walaupun kadar bilirubin total masih dalam batas normal, selamanya berhubungan dengan keadaan patologik.
Bisa terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun luar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk maupun indirek meningkat.
Bila sampai dengan terjadi obstruksi ( penyumbatan ) penyaluran empedu maka pengaruhnya adalah tindakan operatif, bila keadaan bayi mengizinkan.
KERNICTERUS
Encephalopatia oleh bilirubin merupakan satu hal yang sangat di akui sebagai komplikasi hiperbirubinemia.
Bayi-bayi yang mati dengan icterus berupa icterus yang berat, lethargia tidak mau minum, muntah-muntah, sianosis, opisthotonus dan kejang. Kadang gejala klinik ini tidak di temukan dan bayi biasanya meninggal karena serangan apnoea.
Kernicterus biasanya di sertai dengan meningkatnya kadar bilirubintidak langsung dalam serum.
Pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubin yang melebihi 20 mg% sering keadaan berkembang menjadi kernicterus.
Pada bayi primatur batas yang dapat di katakan cuman ialah 18 mg%, kecuali bila kadar albumin serum lebih dari 3gram%. Pada neomatus yang menderita hyipolia, asidosis, dan hypoglycaemia kernicterus dapat terjadi walaupun kadar bilirubin <16mg 20mg="" bila="" bilirubin="" br="" darah="" dengan="" ialah="" kadar="" kernicterus="" langsung="" melakukan="" mencapai="" pencegahan="" tidak="" transfusi="" tukar="">
PENCEGAHAN PENANGANAN HIPERBILIRUBINEMIA.
Peningkatan kadar bilirubin tidak langsung didalam darah dapat. Menyebabkan kerusakan sel tubuh, terutama sel otak Kadar bilirubin yang berbahaya itu sangat tergantung pada saat timbulnya ikterus dan kecepatan meningktanya kadar bilirubin tidak langsung. Kadar bilirubin 15mg% poada hari ke 4 kurang berbahaya dibandingkan dengankadar yang sama pada bayi baru lahir atau hari pertama.Karena itu setiap bayi yang menderita ikterus perlu diamati apakah ikterus itu suatu ikterus fisiologik atau akan berkembang menjadi ikterus patologik.
Anamnesis kehamilan dan kelahiran sangat membantu pengamatn klinik ini dan dapat menuntun kita untuk melakukan pemeriksaan yang tepat.
Dalam penanganan ikterus ada 3 cara untuk mencegah dan mengobati,yaitu :
ü Mempercepat metabolisme dan pengeluran bilirubin
ü Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan
ü yang dapat dikeluarkan melalui ginjal dan usus,misalnya dengan terapi sinar (photo terapi).
ü Mengeluarkan bilirubin dari peredaran darah , yaitu denga tranfusi tukar darah.
.MEMPERCEPAT METABOLISME DAN PENGELUARAN BILIRUBIN.
1.Early feeding.Pemberian makanan dini pada neonatus dapat mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada neonatus.
Hal ini mungkin sekali disebabkan karena dengan pemberian Makanan yang dini itu terjadi pendorongan gerakan usus,Dan meconium lebih cepat dikeluarkan,sehingga peredaran Enterohepatik bilirubin berkurang.
2.Pemberian agar-agar. Pemberian agar-agar per os dapat mengurangi ikterus fisiologik.Mekanismenya ialah dengan menghalangi atau mengurangi peredaran bilirubin enterohepatik.
3.Pemberian phenobarbital. Pemberian phenobarbital ternyata dapat menurunkan kadar bilirubin tidak langsung dalam serum bayi.Khasiat phenobarbital ialah mengadakan induksi enzymamicrosoma,sehingga konjugasi bilirubin berlangsung lebih cepat .Pemberian phenobarbital untuk mengobatan hiperbilirubenemia padaneonatus selama tiga hari baru dapat menurunkan bilirubin serum yang berarti. Bayi prematur lebih banyak memberikan reaksi daripada bayi cukup bulan. Phenobarbital dapat diberikan dengan dosis 8 mg/kg berat badan sehari, mula-mula parenteral, kemudian dilanjutkan secara oral. Keuntungan pemberian phenobarbital dibandingkan dengan terapi sinar ialah bahwa pelaksanaanya lebih murah dan lebih mudah. Kerugiannya ialah diperlukan waktu paling kurang 3 hari untuk mendapat hasil yang berarti.
Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan yang dapat dikeluarkan dengan sempurna melalui ginjal dan traktus digestivus.Contoh paling baik ialah terapi sinar. Creme ( 1958 ) melaporkan bahwa pada bayi penderita icterus yang diberi s inar matahari lebih dari penyinaran biasa, icterus lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lain yang tidak disinari. Penyelidikan sarjana-sarjana lain, misalnya Lucey ( 1968 ), Gianta dan Rath ( 1968 ), dan lain-lain menunjukkan bahwa terapi sinar dengan menggunakan sinar buatan juga memberi hasil yang baik. Dengan terapi sinar bilirubin serum dapat turun dengan cepat, 1 sampai 4 mg% dalam 24 jam.
Dengan penyinaran bilirubin dipecah menjadi dipyrole yang kemudian dikeluarkan melalui ginjal dan traktus digestivus. Hasil perusakan bilirubin ternyata tidak toksik untuk tubuh dan dikeluarkan dari tubuh dengan sempurna. Penggunaan terapi sinar untuk mengobati hiperbilirubinemia harus dilakukan dengan hati-hati karena jenis pengobatan ini dapat menimbulkan komplikasai, yaitu dapat menyebabkan kerusakan retina, dapat meningkatkan kehilangan air tidak terasa ( insensible water losess ), dan dapat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan bayi, walaupun hal ini masih dapat dibalikkan. Kalau digunakan terapi sinar, sebaiknya dipilih sinar dengan spektrum antara 240-480 nannometer, sinar ultraviolet harus dicegah dengan plexiglas dan bayi harus mendapat cairan yang cukup.
Cara penggunaan foto terapi :
v Alat yang dipergunakan lebih atas 10 lampu neon biru masing-masing berkekuatan 20 Watt.
v Susunan lampu ini dimasukkan ke dalam bilik yang diberi ventilasi di sampingnya.
v Dibawah susunan lampu dipasang plexiglass setebal 1 1\2 cm untuk mencegah sinar ultraviolet.
v Alat terapi sinar diletakkan 45 cm di atas permukaan bayi.
v Terapi sinar di berikan selama 72 jam tau sampai kadar bilirubin mencapai 7,5 mg%. Selama terapi sinar mata bayi dan alat kelamin ditutupi dengan bahan yang dapat memantulkan sinar.
Transfusi tukar darah ( exchange transfusion )
Transfusi tukar darah Jakarta di berikan kasus-kasus berikut :
a. Diberikan kepada semua kasus ikterus dengan kadar bilirubin tidak langsung yang lebih dari 20 mg%
b. Pada bayi prematur tranfusi tukar darah dapat diberikan walaupun kadar albumin kurang dari 3,5 gram per 100 ml.
c. Pada kenaikan yang cepat nilirubin tidak langsung serum bayi pada hari pertama ( 0,3 – 1 mg% per jam ). Hal ini terutama terdapat pada inkompatibilitas golongan darah.
d. Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda-tanda dekompensasi jantung.
e. Bayi penderita icterus dan kadar hemoglobin darah tali pusat kurang dari 14 mg% dan Coombs test langsung positif.
Alat-alat dan obat-obat yang harus disediakan ialah :
1. Semprit dengan 3 cabang ( 3 way syringe )
2. Semprit 5 ml atau 10 ml ( 2 buah ) untuk glukonas calcicus 10% dan heparin encer ( 2 ml heparin @ 1000 satuan dalam 250 ml NaCi fisiologik )
3. Kateter polyethylene kecil sepanjang 15-20 cm ( atau feeding tube No. 5-8 French )
4. Piala ginjal ( 2 buah ) serta botol kosong untuk menampung darah yang dibuang
5. Alat-alat pembuka vena dan
6. Zat asam, laringskop neonatus, ventilator bayi ( misalnya Penlon infant ventilator ), plastic airway, dan lain-lain yang diperlukan untuk resusitasi.
Teknik transfusi tukar darah
a. Lambung bayi harus kosong, 3-4 jam sebelum transfusi jangan diberi minum. Kalau mungkin, 4 jam sebelum transfusi bayi diberi infus albumin 1 gram/kg berat badan atau 35 ml plasma manusia per kg berat badan.
b. Semua tindakan harus dilakukan dengan cara ansepsis dan antisepsis.
c. Harus diawasi pernafasan, nadi, denyut jantung, dan keadaan umum bayi.
d. Bayi tidak boleh kedinginan. Kalau inkubator bayi kecil, dan transfusi tukar darah tidak dapat dilakukan di dalam inkubator, maka bayi dapat dikeluarkan dan dipanaskan dengan menggunakan lampu 20 Watt dalam jarak 2-3 meter dari bayi
e. Bila masih segar, tali pusat dipotong rata dengan dinding perut. Hati-hati terhadap pendarahan. Sebaiknya sebelum dipotong tali pusat dibuat jahitan seperti lasso pada pangkal tali pusat yang dapat dipergunakan sebagai simpul untuk mencegah pendarahan.
f. Salah satu ujung kateter polyethylene dihubungkan dengan semprit 3 cabang dan ujung yang lain dimasukkan ke dalam vena umbilicalis. Sebelum dimasukkan ke dalam umbilicalis semprit 3 cabang dan kateter harus diisi dengan larutan heparin encer ( 2 ml heparin @ 1000 satuan/ml dalam 250 ml NaCi fisiologik ). Hal ini perlu untuk mencegah embolus. Kateter dimasukkan dengan hati-hati ke dalam vena umbilicalis sampai terasa halangan ( biasanya sedalam 4-6 cm ), kemudian ditarik lagi sepanjang 1 cm. Dengan cara demikian, darah akan mengalir keluar dengan sendirinya. Ambillah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium.
g. Periksalah tekanan vena umbilicalis dengan mencabut ujung luar kateter dari semprit dan mengangkatnya ke atas perut bayi. Tekanan ini biasanya positif ( darah dalam kateter naik kira-kira 6 cm di atas perut bayi ). Bila ada gangguan pernafasan, dapat terjadi tekanan negatif. Hati-hati jangan terjadi enbolus udara.
h. Keluarkan darah sebanyak 20 ml dan masukkan darah sebanyak 20 ml. Memasukkan dan mengeluarkan darah di perlahan –lahan kira-kira dalam waktu 20 detik.Kalau bayi lemah atau prematur,cukup sebanyak 10-15 ml sekali masuk dan keluar.Banyaknya darah yang dikeluarkan 190 ml per kg berat badan dan yang dimasukkan 170 ml per kg berat badan.
i. Semprit harus sering dibilas dengaan larutan hepatin encer dalam air garam fiologik.
j. Setelah darah masuk sebanyak 150 ml, kateter dibilas dengan larutan heparin encer itu. Kemudian dimasukkan gluconas calcicus 10 % secara perlahan –lahan (2 menit ) ,sesudah itu,dibilas dengan larutan heparin encer ( 1 ml).Denyut jantung harus selalu diawasi.
k. Bila tali pusat telah kering dan tidak dapat dapat dipakai lagi,dapat dipakai vena saphena magna,yaitu cabang vena femoralis.Lokasinya ialah 1 cm dibawah ligamentum inguinalis dan medial dari arteri femoralis.
PERAWATAN SETELAH TRANSFUSI DARAH.
a.vena umbilicus dikompres dengan larutan garam fisiologik supaya tetap basah seandaainya tetap diperlukan transfusi tukar lagi.Kateter siumbilikus dapat ditinggalkan dan ditutup secara steriel.
b.Bayi perlu diberi antibiotik spektrum luas.
c.Kadar haemoglobin dan bilirubin diperiksa setiap 12 jam.
d.Sesudah transfusi bayi dapat diberi terapi sinar.
Kalau perlu,transfusi tukar dapat diulang.
KATABOLISME HEME MENGHASILKAN BILIRUBIN.
Ketika hemoglobin dihancurkan didalam tubuh,globin diuraian menjadi asam amino pembentuknya yang kemudian akan di gunakan kembali ,dan zat besi dari heme akan memasuki depot zat besi yang juga untuk pemakaian kembali.
Bagian porfirin tanpa besi pada heme juga diuraikan,terutama didalam sel-sel retikuloendotel hati,limpa dan sumsum tulang.
Katabolisme heme dari semua protein heme dilaksanakan dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh sebuah sistem enzim yang kompleks yang dinamakan heme oksigenase.Pada saat heme pada protein heme mencapai sitem heme oksigenase, zat besi biasanya sudah teroksidasi menjadi bentuk feri yang merupakan hemin. Sistem heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrak. Sistem ini terletak sama dekat dengan sistem pengangkutan elektron mikrosum. Besi fero sekali lagi teroksidasi menjadi bentuk feri. Dengan penambahan lebih lanjut oksigen, ion feri dilepaskan, kemudian karbon monoksida dihasilkan.
Satu gram hemoglobin diperkirakan menghasilkan 35 mg bilirubin. Konversi kimia heme menjadi bilirubin oleh sel retikuloendotel dapat di amati secara in vivo karena warna ungu heme pada hema toma perlahan-lahan di ubah menjadi pigmen bilirubin yang berwarna kuning .
Bilirubin yang terbentuk di jaringan perifer akan di angkut ke hati oleh albumin plasma. Metabolisme bilirubin lebih lanjut terutama terjadi di hati.
PERISTIWA METABOLISME DI BAGI MENJADI 3 PROSES.
§ Ambilan bilirubin oleh sel parenkim hati.
§ Konjugasi bilirubin dalam retikulum endoplasma halus.
§ Sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu.
HATI MENGAMBIL BILIRUBIN.
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan air, tetapi kelarutan bilirubin di dalam plasma di tingkatkan oleh pengikatan nonkovalen dengan albumin. Setiap molekul albumin tampaknya mempunyai satu tapak dengan afinitas tinggi dan satu tapak dengan afinitas rendah untuk pengikatan bilirubin.
Dalam 100 ml plasma, kurang lebih 25 mg bilirubin dapat di ikat erat oleh albumin pada tapak dengan afinitas tinggi. Bilirubin jumlahnya berlebihan hanya terikat secara longgar dan karenanya mudah terlepas serta berdisfusi kedalam jaringan.
Sejumlah senyawa seperti antibiotik dan beberapa obat lainnya bersaing dengan bilirubin untuk dapat berikatan pada tapak pengikatan dengan afinitas tinggi pada albumin. Jadi senyawa – senyawa ini dapat menggeser bilirubin dan memberikan efek klinis yang bermakna..
Di hati bilirubin dilepaskan dari bilirubindari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid hepatosit qleh sistem dapat jenuh( saturable) yang diperantarai oleh zat pembawa.Sistem pangangkutan yang difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar sehingga sekalipun pada keadaan patologik,sistem tersebut tampaknya tidak membatasi kecepatannya dalam metabolisme bilirubin.
Mengingat sistem pengangkutan yang difasilitasi tersebut memungkan adanya ekuibilibrium bilirubin lewat membran sinusoid hepatosit,ambilan neto bilirubin akan bergantung pada pengeluaran bilirubin oleh lintasan metabolik berikutnya.
KONJUGASI BILIRUBIN DENGAN ASAM GLUKURONAT TERJADI DIHATI
Bilirubin bersifat non polar dan akan bertahan didalam sel (misal,terikat dengan lipid) jika tidak dibuat dapat larut didalam air.Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk polar yang dapat diekskresikan dengan mudah kedalam empedu dengan penambahan molekul asam glukoronat pada bilirubin pada bilirubin tersebut.Proses ini dinamkan konjugasi dan dapat memakai molekul polar yang bukan asam glikironat(misal,sulpat).Banyak hormon steroiddan obat yang juga dikonversikan lewat proses konjugasi menjadi derifat yang dapat larut dalam air untuk mempersipkan ekskresi hormon dan obat tersebut. Hati sedikitnya mengambil dua buah isoform enzim glukuronosiltrasferase yang keduanyabekerja pada bilirubin.Enzim ini terutama terdapat dalam retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam glukuronat sebagai donor glukorunosil.Bilirubin monoglukuronida merupakan intermediat danselanjutnya akan dikonfersikan menjadi bentuk diglukoronida.Meskipun demikian,kalau konjugat bilirubin terdapat secara abnormal didalam plasma manusia (misa,pada ikterus obtruktif) ,bentuk bilirubinbilirubin yang dominan adalah monoglukuronida.
Aktifitas UDP glukuronosiltransferase dapat diinduksi oleh sejumlahobat yang berkasiat dalam klinik,termasuk preparat fenobarbital.
BILIRUBIN DISEKRESIKAN KE DALAM GETAH EMPEDU.
Sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam empedu terjadi melalui mekanisme pengangkutan yang aktif,yang mungkin bersifat membatasi kecepatan bagi keseluruh proses metabolisme bilirubin hepatik.Pengangkutan hepatik bilirubin terkonjugasi kedalam empedu bisa diinduksi oleh obat yang sama yang mampu menginduksi konjugasi bilirubin.Jadi sistem konjugasi dan ekskresi bagi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi.
Dalam keadaan fisiologis,pada hakekatnyaseluruh bilirubin yang diekskresikan kedalam empedu berda dalam bentuk terkonjugasi.Hanya setelah fototerapi dapat ditemuakan bilirubin tak terkonjugasi dengan jumlah bermakna didalam empedu.Dihati terdapat lebih dari satu sistem untuk menyekresikan kedalam empedu senyawa yang ada secara alami dan senyawa farmasisetelah proses senyawa terjadi.Beberapa dari sistem sekresi ini dipakai bersama bilirubin diglukuronida,tetapi sebagian lainnya bekerja secara bebas.
BILIRUBIN TERKONJUGASI DIREDUKSI MENJADI UROBILINOGEN OLEH BAKTERI USUS.
Setelah bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminalis dan usus besar,glukuronida dilepaskan oleh enzim bakteri yang spesifik(enzim gukuronidase),dan pigmen tersebut selanjutnya direduksioleh flora feses menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tidak berwarna yang dinamakan urobilinogen.Diileum terminalis dan usus besar. Diserap kembali dan diekskresikan kembali lewat hati untuk menjalani siklus urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan abnormal, khususnya kalau terbentuk pigmen empedu yang berlebihan atau kalau ada penyakit yang mengganggu siklus enterohepatik ini, urobilinogen dapat pula diekskresikan kedalam urine.
Normalnya, sebagaian besar urobilinogen tidak berwarna yang terbentuk di dalam kolon oleh flora feses akan teroksidasi disana menjadi urobilin ( senyawa berwarna ) dan diekskresikan ke dalam feses. Warna feses berubah menjadi lebih gelap ketika dibiarkan terpajan udara disebabkan oleh oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.
HIPERBILIRUBINEMIA MENYEBABKAN IKTERUS
Kalau kadar bilirubin di dalam darah melampui 1 mg/dL(17,1umol/L)maka timbul hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh produksi bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk mengekskresikannya, atau dapat terjadi karena kegagalan hati yang rusak untuk mengekskresikan bilirubin yang di hasilkan dengan jumlah normal. Pada keadaan tanpa kerusakan hati,obstruksi saluran ekskresi hati dengan mencegah ekskresi bilirubin juga akan menimbulkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin bertumpuk di dalam darah dan ketika mencapai suatu konsentrasi tertentu ( yaitu sekitar 2-2,5 mg/dL ), bilirubin akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian warnanya berubah menjadi kuning. Keadaan ini dinamakan jaundice atau ikterus.
Dalam sejumlah penelitian klinis terhadap ikterus, pengukuran kadar bilirubin serum mempunyai nilai yang penting. Metode pengukuran kuantitatif kandungan bilirubin dalam serum pertama-tama dilakukan oleh Van den Bergh dengan menerapkan tes Ehrlich untuk pemeriksaan bilirubin di urine. Reaksi Ehrlich berdasar pada rangkaian asam sulfanilat diazotisasi ( reagen diazo Ehrlich ) dengan bilirubin, sehingga menghasilkan senyawa azo yang berwarna ungu kemerahan. Bentuk bilirubin yang bereaksi tanpa tambahan metanol ini kemudian dinamakan “ bentuk yang bereaksi langsung ( direk ) “. Bentuk bilirubin yang baru bisa diukur setelah penambahan metanol ini kemudian disebut “ bentuk yang bereaksi tak langsung ( indirek )”.
Bergantung pada tipe bilirubin yang ada di dalam plasma,yaitu bilirubin tak-terkonjugasi ataukah bilirubin terkonjugasi,keadaan hiperbilirubinemia dapat diklasifikasikan masing-masing sebagai hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh over produksi atau hiperbilirubinemia regurgitasi yang disebabkan oleh aliran balik ( refluks ) bilirubin ke dalam darah sebagai akibat dari obstruksi biliar.
Karena sifat hidrofobisitasnya hanya bilirubin tak-terkonjugasi yang bisa melewati sawar darah-otak untuk masuk ke dalam sistem saraf pusat, oleh karena itu, ensefalopati akibat bilirubinemia ( kernikterus ). Karena itu, ikterus kolurik ( koluria adalah keadaan terdapatnya derivat empedu di dalam urine ) hanya terjadi pada hiperbilirubinemia regurgitasi, dan ikterus akolurik hanya dijumpai kalau terdapat bilirubin tak-terkonjugasi dengan jumlah yang berlebihan.
Ethiologi
Ø Peningkatan bilirubin dapat terjadi karena, polycethemia, isoimmun hemolyticdisease, kelainan struktur dan enzim, sel darah merah, keracunan obat ( hemolisis kimia, kortikos temoid, kloram penikol ), hemolisis ekstra vaskuler, ceptalhema toma, ecchymosis.
Ø Ggn. Fungsi hati, difisiensi glukoromil tranferase, obstruksi empedu / atresia biliarti, infeksi, masalah metabolik, galaktosemia, hypothiroidisme, jamdice Asi.
BAGIAN AKHIR !
Penanganan ikterus neoantorum sangat tergantung pada saat terjadinya ikterus, intensitas ikterus ( kadar bilirubin serum ), jenis bilirubin, dan sebab terjadinya pemeriksaan yang perlu dilakukan didasarkan pada hari timbulnya ikterus dan naiknya kadar bilirubin serum.
Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama
Pemeriksaan perlu dilakukan, baik pada bayi maupun pada Ibu.
Bayi. 1. Kadar bilirubin serum dan kadar albumin
2. Pemeriksaan darh tepi lengkap
3. Golongan darah ( ABO, Rh, dan lain-lain )
4. Coombs test ( langsung dan tidak langsung dengan titernya ).
Direct dan Indirect.
5. Kadar G-6-PD ( atau pemeriksaan skrining terhadap defisiensi G- 6-PD ).
6. Biakan darah atau Kultur darah.
Ibu 1. Golongan darah.
2. Coombs test tidak langsung dengan titernya.
Tindakan
1) Transfusi tukar darah bila telah dipenuhi syarat-syaratnya.
2) Bila belum dipenuhi syarat-syaratnya, diberikan terapi sinar. Bilirubin diperiksa setiap 8 jam. Kalau kenaikan kadar bilirubin tetap 0,3 – 1 mg % per jam, sebaiknya dilakukan transfusi tukar darah, apalagi kalau yang dihadapi inkompatibilitas golongan darah.
Ikterus yang timbul sesudah 24 jam pertama
Ikterus yang timbul sesudah hari pertama, tetapi madih pada hari kedua dan ketiga, biasanya merupakan ikterus fisiologok. Walaupun demikian, harus diawasi dengan teliti. Pemeriksaan bilirubin dilakukan hanya sekali, selanjutnya pengawasan klinik. Dalam hal ini amnesis kehamilan dan kelahiran yang lalu sangat menentukan tindakan selanjtnya. Bila bayi nampak sakit dan ikterus dengan cepat menjadi berat, maka pemeriksaan dan tindakan harus dilakukan seperti pada ikterus pada hari pertama.
Ikterus yang timbul sesudah hari ke- 4
Pada umunya ikterus yang timbul pada hari ke- 4 atau lebih bukan disebabkan oleh penyakit hemolitik neonatus. Kemungkinan besar itu disebabkan oleh infeksi: bakteri, virus, atau protozoa yang terjadi antenatal.Jadi pemeriksaan harus ditujukan ke arah sepsis neonatorum, pyelonephritis, hepatitis neonatorum, toxoplasmosis, dan lain-lain.
Kemungkinan lain ialah pengaruh obat, misalnya obat sulfa tau Novobiocin, dan defisiensi enzyma eritrosit, yaitu defisiensi G-6-PD, Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan ialah kadar bilirubin serum, jenis bilirubin dalam serum, biakan darah, biakan air kencing, dan kalau perlu dilakukan pemeriksaan serologik terhadap virus dan toxoplasma. Pada persangkaan hepatitis neonatorum biopsi hepar perlu dilakukan. Pengobatan diarahkan pada penyakitnya, sekiranya hal itu mungkin. Pada hiperbilirubinemia, kalau yang meningkat itu bilirubin tidak langsung, maka sikap ialah sebagai berikut:
1) Kadar bilirubin lebih dari 20 mg%; dilakukan trasfusi tukar darah.
2) Kadar bilirubin 10-15 mg%: diberikan phenobarbital parenteral, 6 mg per kg BB/hari.
3) Kadar bilirubin 15-20 mg%: diberikan terapi sinar.
Kadar bilirubin diperiksa setiap 24 jam. Bila dalam pemeriksaan selanjutnya kadar bilirubin tetap baik, maka pengobatan dengan phenobarbital dapat ditukar dengan terapi sinar.Demikian pula kalau terapi sinar gagal, sehingga kadar bilirubin mencapai 20 mg%, dilakukan transfusi tukar darah.
Ikterus yang menetap atau bertambah sesudah minggu pertama
Selain dapat ditimbulkan oleh hal-hal yang telah disebut pada ikterus sesudahhari keempat, sebab-sebab lain sangat tergantung pada jenis bilirubin yang meningkat.
Kalau bilirubin terutama dalam bentuk tidak langsung dan faktor-faktor di atas telah disingkirkan, maka harus dipikirkan breasmilk jaundice, hypothyreoidismus, galaktosemia, sindroma Criggler Najjer, dan lain-lain. Kalau bilirubin terutama dalam bentuk bilirubin langsung, haruslah dipikirkan faktor obstruksi, misalnya hepatitis neonatorum dan obstruksi saluran empedu.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah kadar bilirubin darah ( langung dan tidak langsung), biakan darah, biopsi hepar, dan pemeriksaan serologik terhadap virus, toxoplasma, dan lain-lain.
YANG PERLU ANDA PERHATIKAN
- Ajarkan orang tua cara merawat bayi agar tidak terjadi infeksi dan jel;askan tentang daya tahan tubuh bayi.
- Jelaskan pada orang tua pentingnya pemberian asi apabila sudah tidak ikterik.Namun bila penyebabnya dari jaundice asi tetap diteruskan pemberiannya.
- Jelaskan pada ortu tentang komplikasi yang mungkin terjadi dan segera lapor dokter atau perawat.
- Jelaskan ubtuk pemberian immunisasi
- Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Prawiroharjo Sarwono, l976, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Price Sylvia dan M.Wilson Lorraine, l994, Pato Fisiologi, EGC(Eds.IV),Jakarta.
Anderson Silvia, 1999, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta.
Murray Robert K, MD.PhD, 2001, Biokimia Harper ( Eds.25), EGC, Jakarta 16mg>
Belum ada tanggapan untuk "BERBAGAI JENIS IKTERUS NEONATORUM IKTERUS FISIOLOGIK. "
Posting Komentar