Ketika sebuah perkara sudah sampai di pengadilan negeri proses persidangannya adalah sebagai berikut: Penentuan hari sidang dilakukan oleh hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk menyidangkan perkara.
[1] Kejaksaan bertanggungjawab untuk meyakinkan terdakwa berada di pengadilan pada saat persidangan akan dimulai. Maka kejaksaan wajib mengurus semua hal terkait dengan mengangkut terdakwa dari Lembaga Permasyarakatan (penjara) ke pengadilan, dan sebaliknya pada saat persidangan selesai. Di Pengadilan Negeri diadakan beberapa ruang tahanan khususnya untuk menahan tahanan sebelum dan sesudah perkaranya disidang.
Surat dakwaan yang menyatakan tuntutan-tuntutan dari kejaksaan terhadap terdakwa dibaca oleh jaksa. Pada saat itu terdakwa didudukkan di bagian tengah ruang persidangan berhadapan dengan hakim. Kedua belah pihak, yaitu Penuntut Umum (jaksa) dan Penasehat Hukum (pengacara pembela) duduk berhadapan di sisi kanan dan kiri. Setelah dakwaan dibaca, barulah mulai tahap pemeriksaan saksi. Terdakwa berpindah dari posisinya di tengah ruangan dan duduk di sebelah penasehat hukumnya, jika memang dia mempunyai penasehat hukum. Jika tidak ada, dialah yang menduduki kursi penasehat hukum itu.
[2]
Penuntut Umum akan ditanyai oleh hakim, apakah ada saksi dan berapa saksi yang akan dipanggil dalam sidang hari itu.
[3] Jika, misalnya ada tiga saksi yang akan dipanggil, mereka bertiga dipanggil oleh jaksa dan duduk di bangku atau kursi berhadapan dengan hakim; kursi yang sama tadi diduduki oleh terdakwa. Kemudian hakim akan menyampaikan beberapa pertanyaan kepada saksi masing masing. Yaitu adalah; nama, tempat kelahiran, umur, bangsa, agama, pekerjaan dan apakah mereka ada hubungan dengan si terdakwa. Kemudian si saksi sambil berdiri, bersumpah sekalian dengan kata pengantar sesuai dengan agamanya, kemudian kata-kata berikut:
“Demi Tuhan saya bersumpah sebagai saksi saya akan menerangkan dalam perkara ini yang benar dan tidak lain daripada yang sebenarnya.”
Sambil saksi bersumpah salah satu Panitera Pengganti akan mengangkat sebuah Al Quoran atau Kitab Suci lainnya sesuai dengan agama mereka, di atas kepalanya. Menarik juga bahwa orang Hindu diberikan dupa yang dipegang sambil bersumpah.
Salah satu perbedaan terkait dengan hal ini adalah, semua saksi bersumpah pada saat bersamaan, sedangkan di Australia setiap saksi akan bersumpah justru sebelum dia akan memberikan keterangan.
Setelah saksinya bersumpah, maka saksi pertama duduk di bangku di depan hakim, sedangkan yang lain disuruh untuk keluar dari ruang persidangan. Itulah saatnya pemeriksaan saksi dimulai oleh Ketua Hakim. Ini juga merupakan salah satu perbedaan besar di antara sistem persidangan di Australian dan RI. Di Australia peranan hakim dapat disebut pasif. Padahal hakim di persidangan di Australia agak jarang akan bertanya langsung kepada saksi. Sebaliknya di RI peranan hakim adalah sangat aktif. Dialah yang mulai dengan pertanyaannya terhadap saksi. Bolehlah dia berlanjut dengan proses interogasinya sehingga dia puas dan pertanyaanya habis-habisan.
[4] Setelah hakim selesai dengan pertanyaannya dia memberikan kesempatan kepada jaksa untuk memeriksa saksi, disusul oleh penasehat hukum.
Pada akhir pemberian keterangan dari saksi masing masing, si terdakwa akan diberikan kesempatan untuk menanggapi keterangan tersebut. Dalam perkara yang ditonton oleh penulis, Hakim akan menyimpulkan keterangan yang telah diberikan dengan mengatakan misalnya:
“Kita semua telah mendengar saksi mengatakan bahwa pada tanggal 23 November kemarin dia membeli narkotika dari anda dalam bentuk dua ‘pocket’ ganja di rumah anda dan anda menerima uang sebanyak Rp40,000. Bagaimana anda menganggap keterangan itu? Benar atau tidak benar, setuju atau tidak setuju?”
Kemudian terdakwa diperbolehkan untuk menyampaikan tanggapannya terhadap keterangan tersebut. Setelah itu, saksi diminta untuk turun dari kursinya dan duduk di bagian umum di belakang.
Proses ini berlanjut sehingga semua saksi dari kejaksaan telah memberikan keterangannya. Kemudian penasehat hukum juga diberi kesempatan untuk memanggil saksi yang mendukung atau membela terdakwa, dengan proses yang sama sebagaimana digambarkan di atas. Setelah semua saksi memberikan keterangan, tahap pemeriksaan saksi selesai dan perkara akan ditunda supaya jaksa dapat mempersiapkan tuntutannya. Tuntutan adalah sebuah rekomendasi dari jaksa mengenai sanksi yang dimintai dari hakim. “Setelah itu giliran terdakwa atau penasehat hukumnya membacakan pembelaanya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukumnya mendapat giliran terakhir.”
[5]
Jika acara tersebut sudah selesai, ketua majelis menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup. Setelah itu para hakim harus mengambil keputusan. Keputusannya dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau hari lain, setelah dilakukan musyawarah terakhir diantara para hakim. Jika dalam musyawarah tersebut para hakim tidak dapat mencapai kesepakatan, keputusan dapat diambil dengan cara suara terbanyak. Oleh sebab itu selalu diharuskan jumlah hakim yang ganjil, yaitu tiga, lima ataupun tujuh hakim. Keputusan para hakim ada tiga alternatif:
[6]
1. Perkara terbukti – terdakwa dihukum
2. Perkara tidak terbukti – terdakwa dibebaskan
3. Perbuatan terbukti tetapi tidak perbuatan pidana – terdakwa dilepas dari segala tuntutan (Onslag).
Berdasarkan teori pembuktian undang undang secara negatif, keputusan para hakim dalam suatu perkara harus didasarkan keyakinan hakim sendiri serta dua dari lima alat bukti. Pasal 183 KUHAP berbunyi sebagai berikut:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Lima kategori alat bukti tersebut adalah:
a. keterangan saksi
b. keterangan ahli
c. surat
d. petunjuk
e. keterangan terdakwa
Setelah memutuskan hal bersalah tidaknya, hakim harus menentukan soal sanksinya, berdasarkan tuntutan dari jaksa dan anggapannya sendiri terhadap terdakwa. Tergantung pendapatnya, hakim dapat menjatuhkan pidana yang lebih ringan ataupun lebih berat daripada tuntutan jaksa.
“Hakim harus menilai semua fakta-fakta. Misalnya dalam perkara pencurian, perbuatannya mungkin terbukti, tetapi hakim berpendapat bahwa terdakwa tidak melakukannya untuk berfoya-foya, melainkan untuk anaknya yang sakit. Kalau begitu, dapat dia ringankan tuntutan dari Jaksa, misalnya dari sepuluh bulan, menjadi delapan bulan. Lagi pula hakim dapat melebihi tuntutan dari jaksa...semuanya tergantung perbedaan persepsi.”
[7]
Demikianlah prosesnya hukum acara pidana secara garis besar sehingga terdakwa dibuktikan bersalah atau tidak bersalah. Jika memang ia terbukti bersalah, apalagi dijatuhkan hukuman penjara
[8] maka ia akan dibawa ke Lembaga Permasyarakatan untuk menjalani hukumannya.
[1] Ketika diwawancarai oleh penulis Ketua Pengadilan Mataram Suryanto SH, MHum, mengatakan di Pengadilan Negeri Mataram pada saat wawancara ada 11 hakim yang tersedia untuk ditugaskan menyidangkan perkara, padahal seharusnya paling sedikit ada 15 hakim. Ketersediaan hakim ditentukan oleh Departemen Kehakiman kantor pusat Jakarta, sehingga kebanyakan hakim yang ditugaskan ke suatu lokasi biasanya tidak berasal dari lokasi tersebut, dan ditugaskan selama 3 tahun kemudian dimutasi ke tempat lain. Suryanto juga mengatakan bahwa terkadang jika ada saksi atau terdakwa dari desa terpencil yang tidak dapat berbicara bahasa Indonesia, maka diperlukan juru bahasa untuk menerjemahkan dari bahasa suku daerah ke bahasa Indonesia.
Sebetulnya ada banyak perbedaan secara fisik diantara sebuah ruang sidang di RI dan Australia, baik letakan saksi, penuntut umum, pengacara maupun suasananya secara umum. Misalnya pada awal persidangan Ketua Majelis menyuruh semua orang untuk mematikan atau mendiamkan telfon genggamnya. Padahal sering terdengar suara telfon berbunyi dari bagian umum dan orang cepat keluar untuk mengangkat telfonnya! Di Australia setiap kali orang ingin keluar atau masuk ruang sidang diharuskan menunduk kepada Hakim sebagai tanda kehormatan. Di Indonesia, orang keluar-masuk ruangannya dengan sangat bebas tanpa memberi hormat kepada para hakim. Apalagi, sering dilihat orang-orang yang ‘nongkrong’ diluar pintu terbuka ruang sidang, berbicara dengan teman, bahkan tertawa iseng-iseng.
Dari observasi penulis di Pengadilan Negeri Mataram dapat dikatakan bahwa dalam kasus yang lebih berat, atau rumit bisa terjadi banyak saksi yang dipanggil sehingga suatu perkara akan berlanjut pada beberapa hari. Beda dari proses di Australia, sering terjadi persidangan terpisah tersebut tidak dipersidangkan pada hari-hari berurutan, tetapi beberapa saksi pada hari tertentu kemudian perkaranya ditunda selama beberapa hari sebelum mulai lagi. Biasanya di Australia kalau bisa persidangan dilanjutkan pada hari berikutnya.
Belum ada tanggapan untuk "Acara Persidangan Pidana"
Posting Komentar