Model Proses Kewirausahaan. David C McClelland (1961:207), mengemukan bahwa entrepreneurship memiliki dua karakteristik, yaitu entrepreneurial role behavior dan interest in entrepreneurial occupations. Kedua karaktersitik tersebut dipengaruhi oleh Achievment, optimism (other value attitudes) dan entrepreneurial status or succes. Peranan perilaku kewirausahaan (entrepreneurial role behavior) menurutnya, memiliki ciri moderate risk-taking, energetic, individual responsibility, knowledge of results of decisions, anticipation of future possibilities, and organizational skills. Menurut McClelland, interest in entrepreneurial occupations merupakan fungsi dari prestige and riskiness. Selanjutnya, menurut karya Carol Noore yang dikutip oleh Bygrave (1996:3) proses kewirausahaan terbentuk berdasrkan proses yang berasal dari pribadi, organisasi (kelompok) dan keluarga serta lingkungan. Dalam sebuah bagan proses kewiraswastaan Carol Noore menggambarkannya sebagai berikut :
Sumber : Wiliam D Bygrave, (1996) The Portable MBA Entrepreneurship, hal. 3
Bagan di atas menunjukkan bahwa proses kewirausahaan dipengaruhi oleh nilai-nilai pribadi, sosiologi, organisasi, dan lingkungan. Inovasi dipengaruhi oleh nilai-nilai pribadi, pencapaian, pendidikan, pengalaman, peluang, model peranan kreatifitas yang berasal dari pribadi yang juga sebagai pemicu kewirausahaan.
Berdasarkan pada pendapat beberapa ahli di atas menunjukkan bahwa kewirausahaan (entrepreneurship) merupakan bentukan dari sifat, watak, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh seorang wirausaha, sedangkan entrepreneur itu sendiri lebih mengarah pada prilaku orang atau pengusaha. (Schumpeter, 1934;McClelland, 1961, Yuyun Wirasasmita, 1992; Dun Steinhoff, 1993; Wiliam D Bygrave, 1996).
Nilai-Nilai Kewirausahaan
Banyak para ahli telah mengemukan konsep nilai, meskipun diantarnya masih terdapat perbedaan-perbedaan. Perbedaan pengertian ini memang menarik untuk ditelaah, akan tetapi dibalik perbedaan itu yang lebih berarti adalah terdapat kesamaan definisi yang sangat menonjol. Clyde Kluckhohn (1951:395) berpendapat bahwa nilai adalah suatu konsepsi yang jelas, tersurat dan tersirat dari seseorang atau kelompok tertentu mengenai apa yang seharusnya diingini yang mempengaruhi pemilihan sarana dan tujuan tindakan. Milton Rockeach (1973 : 5) beranggapan bahwa nilai adalah suatu keyakinan abadi dan suatu cara bertindak yang khas bertindak atau tujuan hidup yang bertentangan atau berlainan. Demikian halnya dengan pendapat Geert Hofstede (1980 : 10), menyatakan bahwa nilai merupakan suatu kecenderungan umum untuk lebih menyukai atau memilih keadaan-kedaan tertentu di banding yang lain. Pandangan ini tampak sejalan dengan pandangan Dalton E. McFachland yang melihat nilai sebagai suatu kombinasi ide dan sikap yang mencerminkan suatu peringkat pilihan, prioritas, motif seseorang (Reading S.G dan Casey, 1978 : 8). Bila kita lihat definisi nilai dari George England (1974
:2) bahwa nilai merupakan suatu kerangka kerja konseptual yang secara relatif bersifat permanen, maka kerangka kerja tersebut membentuk dan mempengaruhi hakikat perilaku perseorangan.
Para Psikolog mengatakan bahwa alasan-alasan yang berhubungan dengan kebutuhan perwujudan diri individu berpengaruh besar terhadap perilaku ke arah tindakan-tindakan yang termotivasi oleh kebutuhan tersebut cenderung bertahan lama (Yuyun Wirasasmita, 1994 : 9). Perwujudan diri merupakan kebutuhan seseorang untuk menghormati dirinya sendiri serta merasakan dirinya sebagai manusia seutuhnya dan dihargai. Kebutuhan tersebut harus dipenuhi untuk kelangsungan hidup. Kekuatan pengaruh kebutuhan ini terhadap perilaku berbeda-beda. Bila suatu kebutuhan terpenuhi, maka kebutuhan tersebut tidak akan menimbulkan motivasi, dan muncul kebutuhan lain yang akan menarik perhatian.
Teori kebutuhan manusia tersebut didasarkan pada penemuan Abraham H. Maslow (1954), yang menekankan pada dua ide dasar :
1. Orang mempunyai berbagai macam kebutuhan, akan tetapi hanya kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi saja yang dapat mempengaruhi perilaku manusia
2. Kebutuhan manusia dikelompokkan dalam sebuah hierarki kepentingan. Jika satu kebutuhan terpenuhi, maka kebutuhan lain yang tingkatannya lebih tinggi akan muncul dan memerlukan pemuasan. (Kotler 1988 : 247)
Teori Maslow di atas dapat membantu pemahaman kita terhadap nilai-nilai kewirausahaan yang dimiliki pengusaha kecil Sistem nilai kewirausahaan tidak lain menggambarkan sifat dan watak kewirausahaan. Menurut Geffrey G. Meredith (1996:5-6), watak dan sifat itu menyangkut :
1. Percaya diri, yang tercermin dalam keyakinan, ketidaktergantungan, individualitas, dan optimisme;
2. Berorientasi pada tugas dan keberhasilan yang tercermin dalam kebutuhan untuk berprestasi, orientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energetik dan inisiatif;
3. Pengambil resiko yang tercermin dalam kemampuan untuk mengambil resiko yang moderat dan suka tantangan;
4. Kepemimpinan yang tercermin dalam prilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain, menanggapi saran-saran dan kritik;
5. Keorisinilan tercermin dalam bentuk inovatif dan kreatif serta fleksibel;
6. Berorientasi ke masa depan yang tercermin dalam bentuk watak pandangan ke depan dan perspektif.
Bila dalam konsep nilai seperti yang dikemukakan oleh para ahli di atas merupakan bentukan peringkat pilihan, prioritas, motif, atau ide, maka nilai kewirausahaan akan tercermin dalam sikap dan sifat kewirausahaan, yaitu sifat keberanian, keutamaan, keteladanan dan semangat yang bersumber pada kekuatan sendiri, dari seorang pendekar kemajuan (Suparman Sumahamidjaja, 1980). Tentu saja sejalan dengan pendapat Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993:5) bahawa karakteristik kewirausahaan yang berhasil dapat dilihat dari indikator-indikator :
Pertama, proaktif yaitu selalu ada inisiatif dan assertiveness.
Kedua, berorientasi pada prestasi, yang tercermin dalam “sees and acts” terhadap peluang, orientasi efisiensi, mengutamakan kualitas pekerjaan, berencana dan mengutamakan monitoring.
Ketiga, komitmen terhadap perusahaan lain, misalnya dalam mengadakan kontrak kerja dan mengenal baik hubungan bisnis.
Pandangan yang hampir sama dikemukan oleh Kuriloff (1993:9), bahwa seseorang memiliki ciri dan watak kewirausahaan apabila ia memiliki komitmen terhadap tugas, memilih resiko yang paling moderat daripada spekulasi, memanfaatkan peluang, lebih realistis dan antisifatif, objectif, memerlukan umpan balik segera, sikap terhadap uang yang menganggap uang sebagai alat dalam usaha, dan proaktif terhadap manajemen.
Dari pandangan para ahli tentang sifat, watak yang menjadi ciri-ciri kewirausahaan seperti diatas tidak lain adalah nilai-nilai kewirausahaan. Nilai-nilai tersebut identik dengan konsep nilai manajer Indonesia yang dikemukakan oleh Andreas A. Danandjaja (1986), Andreas Budihardjo (1991) dan Sidharta Poespadibrata (1993). Nilai-nilai tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu nilai pribadi dikelompokkan menjadi dua, yaitu nilai primer pragmatik dan nilai primer moralistik. Nilai primer pragmatik diantaranya perencanaan, prestasi, produktifitas tinggi, kemampuan, kecakapan, kreativitas, kerjasama, kesempatan. Selanjutnya, nilai moralistik meliputi, keamanan dan jaminan, martabat pribadi, kehormatan dan ketaatan.
Seperti halnya nilai manajerial yang dikemukan oleh para ahli di atas, maka nilai-nilai kewirausahaan akan lebih tampak dalam nilai primer pribadi daripada nilai kelompok, baik nilai primer pribadi yang bersifat pragmatik maupun nilai pribadi yang bersifat moralistik. Nilai pribadi yang bersifat pragmatik kewirausahaan dicirikan oleh kemampuan untuk melakukan usaha-usaha yang bersifat kerja keras, tegas, mengutamakan prestasi, keberanian dalam mengambil resiko yang paling moderat, produktifitas, kreatifitas, inovatif, kualitas kerja komitment dan selalu mencari peluang. Nilai yang bersifat moralistik tercermin dalam keyakinan atau percaya diri, kehormatan, kepercayaan, kerjasama, kejujuran, keteladanan dan keutamaan.
Belum ada tanggapan untuk "Model Proses Kewirausahaan"
Posting Komentar