Dalam penelitian ilmiah dikenal dua jenis penelitian yaitu penelitian dengan pendekatan kuantitatif atau penelitian kuantitatif dan penelitian dengan pendekatan kualitatif atau penelitian kualitatif. Sebelum dijelaskan paradigma dari setiap jenis penelitian tersebut dan bagaimana implementasinya, akan diuraikan terlebih dahulu perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif.
Perbedaan-perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif baik yang dikemukakan oleh Suparlan maupun oleh Creswell, Denzin & Lincoln, Guba & Lincoln, Moustyan yang akan diuraikan di bawah ini merupakan prinsip-prinsip implementasi dalam penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.
Perbedaan Penelitian Kuantitatif dengan Penelitian Kualitatif
Suparlan (1997) menjelaskan perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif sebagai berikut:
a) Penelitian Kuantitatif
Landasan berpikir pendekatan kuantitatif adalah filsafat positivisme yang pertama kali diperkenalkan oleh Emile Durkhim (1964). Pandangan filsafat positivisme adalah bahwa tindakan-tindakan manusia terwujud dalam gejala-gejala sosial yang disebut fakta-fakta sosial. Fakta-fakta sosial tersebut harus dipelajari secara objektif, yaitu dengan memandangnya sebagai “benda,” seperti benda dalam ilmu pengetahuan alam. Caranya dengan melakukan observasi atau mengamati fakta sosial untuk melihat kecenderungan-kecenderungannya, menghubungkan dengan fakta-fakta sosial lainnya, dengan demikian kecenderungan-kecenderungan suatu fakta sosial tersebut dapat diidentifikasi. Penggunaan data kuantitatif diperlukan dalam analisis yang dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya demi tercapainya ketepatan data dan ketepatan penggunaan model hubungan variabel bebas dan variabel tergantung (Suparlan, 1997:95).
Pada buku yang lain Suparlan menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif memusatkan perhatiannya pada gejala-gejala yang mempunyai karakteristik tertentu dalam kehidupan manusia, yang dinamakan variabel. Hakikat hubungan antara variabel-variabel dianalisa dengan menggunakan teori yang objektif. Karena sasaran kajian dari penelitian kuantitatif adalah gejala-gejala, sedangkan gejala-gejala yang ada dalam kehidupan manusia itu tidak terbatas banyaknya dan tidak terbatas pula kemungkinan-kemungkinan variasi dan hierarkinya, maka juga diperlukan pengetahuan statistik. Statistik dalam penelitian kuantitatif berguna untuk menggolong-golongkan dan menyederhanakan variasi dan hierarki yang ada dengan ketepatan yang dapat diukur, termasuk juga dalam penganalisaan dari data yang telah dikumpulkan (Suparlan, 1994:6-7).
b) Penelitian Kualitatif
Landasan berpikir dalam penelitian kualitatif adalah pemikiran Max Weber (1997) yang menyatakan bahwa pokok penelitian sosiologi bukan gejala-gejala sosial, tetapi pada makna-makna yang terdapat di balik tindakan-tindakan perorangan yang mendorong terwujudnya gejala-gejala sosial tersebut. Oleh karena itu metoda yang utama dalam sosiologi dari Max Weber adalah verstehen atau pemahaman (jadi bukan erklaren atau penjelasan). Agar dapat memahami makna yang ada dalam suatu gejala sosial, maka seorang peneliti harus dapat berperan sebagai pelaku yang ditelitinya, dan harus dapat memahami para pelaku yang ditelitinya agar dapat mencapai tingkat pemahaman yang sempurna mengenai makna-makna yang terwujud dalam gejala-gejala sosial yang diamatinya (Suparlan, 1997:95).
Pada buku yang lain, Suparlan menjelaskan bahwa penelitian kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola. Gejala-gejala sosial dan budaya dianalisis dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku, dan pola-pola yang ditemukan tadi dianalisis lagi dengan menggunakan teori yang objektif. Penelitian kualitatif sasaran kajiannya adalah pola-pola yang berlaku yang merupakan prinsip-prinsip yang secara umum dan mendasar berlaku dan menyolok berdasarkan atas kehidupan manusia, maka juga analisis terhadap gejala-gejala tersebut tidak dapat tidak harus menggunakan kebudayaan yang bersangkutan sebagai kerangka acuannya. Karena kalau menggunakan kebudayaan lain atau kerangka acuan lainnya maka maknanya adalah menurut kebudayaan lain; tidak objektif, sehingga pendekatan kualitatif tidak relevan (Suparlan, 1994:6-7).
Dari uraian Suparlan tersebut sudah jelas perbedaan yang fundamental antara penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Agar terdapat gambaran yang lebih rinci perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif akan dikemukakan pandangan Cresswell (1994), Denzin & Lincoln (1994), Guba & Lincoln (1994), dan Moustyan (1995) (dalam Neuman, 1997:14) sebagai berikut.
Quantitative Style (Model Kuantitatif)
a. Measure objective facts (mengukur fakta yang objektif)
b. Focus on variables (terfokus pada variabel-variabel)
c. Reliability is key (reliabilitas merupakan kunci)
d. Value free (bersifat bebas nilai)
e. Independent of context (tidak tergantung pada konteks)
f. Many cases subjects (terdiri atas kasus atau subjek yang banyak)
g. Statistical analysis (menggunakan analisis statistik)
h. Researcher is detached (peneliti tidak terlibat)
Qualitative Style (Model Kualitatif)
a. Construct social reality, cultural meaning (mengonstruksi realitas sosial, makna budaya)
b. Focus on interactive processes, events (berfokus pada proses interpretasi dan peristiwa-peristiwa)
c. Authenticity is key (keaslian merupakan kunci)
d. Values are present and explicit (nilai hadir dan nyata / tidak bebas nilai)
e. Situationally constrained (terikat pada situasi / terikat pada konteks)
f. Few cases subjects (terdiri atas beberapa kasus atau subjek)
g. Thematic analysis (bersifat analisis tematik)
h. Researcher is involved (peneliti terlibat)
Penjelasan dan contoh Model Kuantitatif
a. Mengukur fakta yang objektif
Setiap fakta atau fenomena yang dalam penelitian kuantitatif dijadikan variabel (hal-hal yang pokok dalam suatu masalah) untuk mendapatkan objektivitas, variabel tersebut harus diukur. Misalnya untuk mengetahui kualitas atau kadar atau tinggi rendahnya motivasi kerja karyawan suatu perusahaan dilakukan tes atau dengan kuesioner yang disusun berdasarkan komponen-komponen/unsur-unsur/indikator-indikator dari variabel penelitian yang dalam hal ini motivasi kerja karyawan.
b. Terfokus pada variabel-variabel
Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu ditentukan variabel-variabel atau hal-hal pokok yang terdapat dalam suatu masalah/gejala/fenomena. Penentuan variabel-variabel tersebut berdasarkan hukum sebab-akibat, suatu gejala yang terjadi merupakan akibat dari gejala yang lain atau karena adanya hubungan atau pengaruh gejala lain. Di sini terjadi cara berpikir nomotetik. Misalnya dalam suatu perusahaan terjadi gejala penurunan produktivitas kerja karyawan. Selanjutnya dilakukan pengkajian secara teoritis faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas kerja tersebut. Misalnya secara teori ditemukan bahwa produktivitas kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor motivasi kerja dan kepemimpinan manajer. Kemudian pengaruh atau hubungan dari data hasil pengukuran masing-masing variabel diuji secara statistik apakah benar variabel motivasi kerja dan kepemimpinan manajer mempunyai pengaruh atau mempunyai hubungan dengan variabel produktivitas kerja. Dan apakah pengaruh atau hubungan tersebut signifikan atau dapat dipercaya (mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi). Apabila hasil analisis statistik menyatakan variabel-variabel tersebut mempunyai pengaruh atau hubungan secara signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja karyawan dipengaruhi oleh variabel motivasi kerja dan kepemimpinan manajer atau mempunyai hubungan dengan motivasi kerja dan kepemimpinan manajer.
Catatan: Analisis statistik yang dipergunakan untuk mengukur pengaruh suatu variabel pada variabel lain berbeda dengan analisis statistik yang dipergunakan untuk mengukur hubungan suatu variabel dengan suatu variabel yang lain atau beberapa variabel. Analisis statistik untuk mengukur pengaruh suatu variabel pada variabel yang lain di antaranya menggunakan analisis statistik multiple regression (regresi ganda), sedangkan untuk mengukur hubungan suatu variabel dengan variabel lain di antaranya menggunakan analisis statistik correlation (korelasi) misalnya correlation product-moment (korelasi product-moment) dari Carl Pearson atau Spearman-Brown.
c. Reliabilitas merupakan kunci
Reliabilitas atau keajegan suatu tes atau kuesioner mempunyai arti bahwa tes atau kuesioner tersebut menghasilkan skor yang relatif sama walaupun dilakukan pada waktu yang berbeda. Suatu alat ukur atau instrumen penelitian (misalnya tes atau kuesioner) apabila memiliki reliabilitas yang tinggi akan menyebabkan hasil penelitian itu akurat. Oleh karena itu, reliabilitas merupakan kunci dalam penelitian kuantitatif, karena apabila alat ukur atau instrumen penelitian reliabel (terpercaya), maka akan berdampak hasil penelitian akurat. Di samping alat ukur harus reliabel dipersyaratkan pula harus valid (sahih) atau memiliki validitas (kesahihan). Suatu instrumen penelitian dikatakan valid atau memiliki validitas apabila dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Catatan: Uji statistik untuk mengukur reliabilitas diantaranya adalah Analisis Alpha Cronbach dan KR-20 (Kuder-Richardson 20). Sedangkan uji statistik untuk mengukur validitas dilakukan di antaranya dengan mengorelasikan skor setiap item dengan skor total (jumlah seluruh skor item dikurangi skor item yang dikorelasikan).
d. Bebas nilai
Dalam penelitian kuantitatif pengujian terhadap gejala/fenomena tidak dikaitkan dengan budaya atau nilai-nilai budaya masyarakat yang melatarbelakangi fenomena tersebut. Pengaruh nilai-nilai budaya terhadap fenomena tidak diperhitungkan atau tidak diperhatikan. Sebagai contoh salah satu komponen dari konsep diri adalah kelebihan dan kelemahan pada diri individu. Dalam budaya Barat seorang individu untuk menyatakan kelebihan dan kelemahan diri sendiri tidak menjadi masalah. Seorang individu untuk dapat dikatakan memiliki konsep diri yang positif, individu tersebut dapat menyatakan kelemahan dan kelebihannya di samping memiliki kriteria-kriteria konsep diri yang lain. Sedangkan pada budaya Timur perilaku yang demikian dapat dikategorikan perilaku sombong. Dalam penelitian kuantitatif pengaruh nilai-nilai budaya tidak diperhitungkan, karena menurut paradigma yang dipergunakan sebagai landasan berpijak pada penelitian kuantitatif, kriteria-kriteria konsep diri bersifat universal atau berlaku umum.
e. Tidak tergantung pada konteks
Suatu fenomena terkait dengan konteks artinya terkait dengan situasi atau lingkungan yang menyertai fenomena tersebut. Fenomena yang sama, konteksnya dapat berbeda. Misalnya fenomena aktualisasi diri atau kebutuhan untuk mewujudkan kemampuan dirinya (Teori Motivasi Abraham Maslow) bagi orang-orang perkotaan akan berbeda dengan orang-orang pedesaan. Aktualisasi diri orang Jakarta akan berbeda dengan orang pedesaan yang tinggal di lereng gunung Merapi, di lereng Merbabu, di pedalaman Kalimantan, atau di pedalaman Irian Barat (Papua). Aktualisasi diri orang Jakarta dimanifestasikan dalam kemampuan teknologi, teknologi informasi, bahasa asing, manajemen, dan lain-lain, sedangkan orang-orang pedesaan di lereng gunung Merapi dan Merbabu atau di pedalaman Kalimantan atau di pedalaman Papua dimanifestasikan dalam kemampuan bertani atau bercocok tanam, memelihara binatang, atau memburu binatang buas atau menguasai seni lokal atau seni daerah setempat. Penelitian kuantitatif tidak tergantung konteks dari fenomena yang diteliti.
f. Terdiri dari kasus-kasus atau subjek-subjek yang banyak
Dalam penelitian kuantitatif diperlukan adanya kasus-kasus atau subjek-subjek yang banyak. Hal ini bertujuan agar dapat digeneralisasikan atau dapat diberlakukan secara umum. Untuk itu terdapat terminologi populasi, sampel, dan technique sampling (teknik menentukan sampel). Populasi adalah seluruh atau jumlah individu dari suatu wilayah atau organisasi atau instansi atau perusahaan yang memiliki karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari selanjutnya untuk ditarik kesimpulan. Sedang sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili populasi, oleh karena itu sampel harus representatif (harus dapat mewakili) artinya sampel harus dapat menggambarkan keadaan populasi. Terdapat beberapa teknik sampling (cara pengambilan sampel), di antaranya: total sampling, yaitu apabila seluruh individu atau seluruh anggota populasi dijadikan sampel; stratified random sampling, yaitu apabila setiap strata/tingkat/bagian ada wakil yang dijadikan sampel dan dilakukan secara acak (random); purposive sampling, yaitu apabila individu yang dijadikan sampel memiliki persyaratan tertentu sesuai tujuan penelitian; accidental sampling, yaitu individu yang dijadikan sampel adalah individu yang dapat ditemui; dan lain-lain. Dengan adanya sampel yang representatif terhadap populasinya, maka penelitian cukup dilakukan terhadap sampel, dan hasil penelitian terhadap sampel tersebut dapat digeneralisir artinya dapat menggambarkan populasi, walaupun penelitian hanya ditujukan pada sampel, tetapi sudah dapat untuk menggambarkan keadaan populasi.
g. Menggunakan analisis statistik
Dalam penelitian kuantitatif digunakan analisis statistik bertujuan agar dapat mendeskripsikan secara akurat suatu fenomena (erklaren). Sedangkan dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan analisis statistik karena tujuannya tidak akan mendeskripsikan suatu fenomena tetapi mencari makna guna mendapatkan pemahaman yang mendalam (verstehen). Terdapat beberapa macam teknik analisis statistik, misalnya sebagaimana telah diuraikan di depan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain digunakan teknik analisis statistik korelasi product-moment dari Carl Pearson atau dari Spearman-Brown. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel yang satu pada variabel yang lain digunakan analisis statistik multiple regression. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain digunakan rumus t-test. Dalam penelitian kuantitatif digunakan istilah-istilah yang spesifik dan tidak digunakan dalam penelitian kualitatif, misalnya variabel, validitas, reliabilitas, hipotesis, signifikan, dan lain-lain. Signifikan digunakan untuk menggambarkan apabila hubungan, perbedaan, pengaruh antara suatu variabel dengan variabel yang lain mempunyai makna, untuk itu kemungkinan salah perhitungannya dibatasi maksimal 5%, atau dengan simbol statistik p < 0.05. Suatu hubungan atau perbedaan atau pengaruh antara variabel yang satu dengan variabel yang lain apabila p < 0.05 (tingkat kesalahan sama atau lebih kecil dari 5%) dinyatakan signifikan atau bermakna.
h. Peneliti tidak memihak
Dalam penelitian kuantitatif peneliti tidak memihak, artinya peneliti menghindari subjektivitas dari subjek yang diteliti. Dalam penelitian kualitatif peneliti justru berusaha mengetahui persepsi subjektif dari subjek yang diteliti. Hasil penelitian kualitatif merupakan hasil analisis persepsi subjektif dari subjek yang diteliti terhadap suatu fenomena. Sedangkan dalam penelitian kuantitatif peneliti sejauh mungkin mengeleminir subjektivitas dari subjek yang diteliti. Oleh karena itu dalam penelitian kuantitatif dikatakan peneliti tidak memihak.
Belum ada tanggapan untuk "PRINSIP-PRINSIP IMPLEMENTASI PARADIGMA DALAM PENELITIAN"
Posting Komentar