Pencatatan dan Pembukuan dalam PPN
Ketentuan mengenai pembukuan yang sebelum 1 Januari 2001 diatur dalm Pasal 6 UU PPN 1984, dengan UU Nomor 18 tahun 2000 dihapus sehingga mengenai kewajiban pembukuan di bidang PPN semata-mata mengacu pada Pasal 28 UU KUP.
Dalam pasal 28 ayat (7) UU KUP diarut bahwa pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, peghasilan, dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Apabila dibandingkan dengan rumusan dalam Pasal 6 UU PN 1984 yang telah dihapus, ternyata rumusan dalam Pasal 1 angka 26 UU KUP dan penegasan dalam memori pehjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP tidak sepenuhnya memnuhi itu penegasan yang dimuat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ.71/1989 tanggal 2 Desember 1989 masih cukup relevan unutk diperhatkan. Dalam Surat Edaran ini, Pengusaha Kena Pjak diwajibkan menyelenggarakan pencatatan :
a. Kuantum Barang Kena Pajak yang diserahkan
b. Harga perolehan barang/jasa Kena Pajak dan Pajak Masukan
c. Harga Jual/Penggantian dan Pajak Keluaran yang dikenakan
d. Penyerahan yang terutang PPN 10%
e. Penyerahan yang terutang PPN 0%
f. Penyerahan yang tidak terutang PPN
g. Penyerahan yang terutang PPnBM
Karena berdasarkan Pasal 16B UU PPN 1984, terhadap penyerahan BKP/JKP tertentu diberikan fasilitas maka begi PKP yang melakukan penyerahan terkait dengan fasilitas dimaksud, pencatatan itu harus ditambah dengan dua materi lagi yaitu:
h. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan pajak
i. Penyerahan yang PPN dan PPnBM-nya tidak dipungut
I. PPnBM
Sebelum 1 Januari 2001, pengelompokan BKP yang tergolong mewah diatur dalam pasal 22 dan 23 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994, setelah perubahan peraturan pelaksanaannya, pengelompokan ini diatur dalam satu peraturan Pemerintah tersendiri yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000. Sampai dengan semeter pertama tahun 2002 peraturan pemerintah ini mengalami dua kali perubahan yaitu dengan peraturan pemerintah Nomor 60 Tahun 2001 tanggal Agustus 2001 dan Peratuarn Pemerintah Nomor 7 Tahun 2002 tanggal 23 Maret 2002.
Karateristik PPnBM :
a. PPn BM merupakan pungutan tambahan disamping PPN
b. PPn BM hanya dipungut satu kali yaitu pada saat impor barang kena pajak yang tergolong mewah, atau atas penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh PKP pabrikan dari BKP yang tergolong mewah tersebut
c. PPn BM tidak dapat dikreditkan dengan PPN
d. Meskipun demikian, apabila eksportir mengekspor barang kena pajak yang tergolong mewah, PPnBM yang dibayar pada saat perolehannya dapat diminta kembali (pasal 10 ayat 3 UU PPN 1984).
Latar belakang pengenaan PPnBM
a. PPn BM berdampak regresif
b. Konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah bersifat kontra produktif
c. Produsen kecil dan tradisional menjadi saingan berat dari komoditi impor
d. Tuntutan penerimaan negara dari tahun ketahun
J. Tarif Pajak dan Dasar Pengenaan Pajak
a. Tarif pajak
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10%. Sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0%. Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi pajak masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan.
Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan atau peningkatan kebutuhan dana unutk pembangunan, dengan peraturan Pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15% dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.
2. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Tarif penjualan atas barang mewah (PPnBM), dengan peraturan Pemerintah, dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif paling rendah sebesar 10% dan tarif paling tinggi sebesar 75%. Tarif PPnBM yang berlaku saat ini adalah 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, dan 75%.
b. Dasar pengenaan pajak
Yang menjadi DPP adalah :
1. Harga jual
2. Nilai pengganti
3. Nilai ekspor
4. Nilai impor
5. Nilai lain yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.
Belum ada tanggapan untuk "Pencatatan dan Pembukuan dalam PPN "
Posting Komentar