Kebijakan Negara yang sentralistik beberapa waktu yang lalu, masih terasakan dampaknya. Lebih khusus dalam kebijakan ekonomi yang sentralistik dan orientasi pembangunan yang menekan pada aspek pertumbuhan, dimana usaha besar dijadikan sebagai roda penggerak ekonomi Nasional, ternyata tidak terbukti memberikan nilai lebih, bahkan tidak mampu bertahan saat krisis melanda Indonesia dan Asia pada umumnya. Kesalahan kebijakan investasi dan “kebocoran” di berbagai sektor pemerintahan telah mengakibatkan dunia usaha terpuruk dan selanjutnya menyeret keterpurukan pada sektor ekonomi yang lain.
Dalam kondisi diatas, maka usaha kecil terbukti mampu menjadi “penyangga” perekonomian rakyat, karena keadaan tersebut mendorong inisiatif masyarakat khususnya perempuan untuk melakukan kegiatan ekonomi pinggiran sebagai upaya bertahan hidup. Hal ini nampak pada pertumbuhan secara kuantitatif jumlah pelaku usaha kecil di Indonesia tahun 2001 yang mencapai 40.137.773 juta (99,86%) dari total jumlah pelaku usaha 40.197.61 juta, sementara pelaku usaha mikro mencapai 97,6% dari jumlah pelaku usaha kecil (BPS 2001). Jumlah tersebut menunjukkan kontribusi sangat besar UK terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut perhitungan BPS dengan jumlah tersebut UK mampu menyediakan 99,04% lapangan kerja Nasional, sumbangan terhadap PDB mencapai 63,11% dan memberikan pemasukan sebesar 14,20% diluar non migas. (BPS, 2001).
Nilai strategis lain usaha kecil-mikro adalah kemampuannya menjadi sarana pemerataan kesejahteraan rakyat. Karena jumlah besar, biasanya bersifat padat karya sehingga mampu menyerap tenaga kerja yang besar, meskipun ukuran unitnya kecil tetapi jumlah banyak memungkinkan orang lebih banyak terlibat untuk menarik manfaat didalamnya. Lebih lanjut, pada tahun sebelumnya (BPS, 2000) di katakan bahwa dari jumlah 2.002.335 unit usaha kecil, dan 194, 564 unit usaha mikro, di sektor pengolahan jumlah perempuan pelaku ada 896.047 (40,79%), dan angka tersebut diyakini lebih besar lagi mengingat bahwa data tersebut dibuat berdasarkan kepemilikan formal, bukan pelaku (riil) usaha. Keyakinan ini berdasarkan pada realitas adanya hambatan mobilitas perempuan dalam usaha, bahkan beberapa pengalaman menunjukkan bahwa usaha yang semula dirintis oleh perempuan, setelah usaha tersebut berkembang pengelolaan dan kepemilikan formalnya bergeser pada laki-laki, karena membutuhkan mobilitas tinggi.
Dengan mencermati data diatas, maka semakin jelas kontribusi Usaha kecil-mikro khususnya perempuan dalam perekonomian keluarga dan Negara secara umum. Meskipun terbukti kontribusi usaha kecil-mikro. Perempuan yang sangat strategis, namun belum seimbang dengan perhatian dan pengakuan yang diberikan, baik oleh pemerintah, maupun keluarga. Bahkan usaha kecil-mikro-perempuan masih mengalami banyak permasalahan yang disebabkan ketidak adilan struktur maupun budaya.
4. Mental Kewirausahaan
Para wirausahawan adalah individu-individu yang berorientasi kepada tindakan dan bermotivasi tinggi yang mengambil resiko dalam mengejar tujuannya. Menurut Lokakarya (1977), profil dari wirausahawan mempunyai ciri-ciri dan sifat-sifat mental sebagai berikut: ciri-ciri yaitu percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, pengambilan resiko, kepemimpinan, keorisinilan, berorientasi ke masa depan. Mental yaitu keyakinan, ketidaktergantungan, individualisme, optimisme, kebutuhan akan prestasi, berorientasi kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energik dan inisiatif, kemampuan mengambil resiko, suka pada tantangan, bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain, menanggapi saran-saran dan kritik, inovatif dan kreatif, fleksibel, punya banyak sumber, serba bisa dan pandangan ke depan.
Menurut Meridith, et al (1992) tidak semua wirausahawan sama baik dalam sifat dan mental kewirausahaan. Sampai tingkat tertentu keberhasilan sebagai seorang wirausahawan tergantung kepada kesediaan untuk bertanggung jawab atas pekerjaannya. meskipun resiko kegagalan ada, para wirausahawan mengambil resiko dengan jalan menerima tanggung jawab atas tindakan mereka sendiri. Kegagalan harus diterima sebagai pengalaman belajar. Beberapa wirausahawan berhasil setelah mengalami banyak kegagalan.
Dengan demikian apapun profesi seseorang atau kelompok betapa sangat membutuhkan sifat-sifat kewirausahaan. Segala jenis dan jumlah karunia Tuhan di bumi ini perlu dinikmati melalui proses usaha dan perjuangan secara pantas. Ini berarti dalam wirausaha tidak bisa dicapai dengan prinsip tujuan menghafalkan cara, namun perlu ditempuh dengan cara wajar dan terhormat. Bagi seseorang wirausahawan perlu berpedoman pada suatu rumus “carilah kebutuhan dan penuhilah”. Seorang wirausahawan dituntut untuk disamping pandai menemukan kebutuhan juga harus cekatan dalam memenuhi kebutuhan itu.
Dari beberapa uraian di atas ternyata tidak semua pengusaha otomatis seorang wirausaha. Dengan demikian pengusaha termasuk pengrajin ada yang berjiwa wirausaha dan ada yang bukan wirausaha. Kedua kelompok sama-sama diperlukan dalam pembangunan, namun yang lebih didambakan adalah seorang pengusaha yang sekaligus seorang wirausaha. Sebab tipe yang terakhir ini senantiasa melakukan pembaharuan secara berkesinambungan baik dalam produk, bahan baku (termasuk sumber bahan baku), metode, organisasi, dan pasar. Hal demikian akan membuat tumbuh dan berkembangnya manusia-manusia kreatif, produktif, agresif, ekspresif, aspiratif, antisipatif dalam pola pikir yang positif sehingga produktivitas kerja secara kumulatif akan meningkat berlipat ganda. Pada gilirannya tingkat kesejahteraan sosial akan semakin terpenuhi dan inilah menara akhir dari setiap proses pembangunan.
Inovasi merupakan modal sederhana gelombang pertumbuhan ekonomi. Berawal dari posisi ekuilibrium, terganggu oleh inovasi terjadi kenaikan output barang konsumsi yang mendorong meningkatnya pengeluaran dan penyesuaian aspek ekonomi serta pada saat-saatnya penurunan. Di saat suatu produk baru hasil inovasi dilempar ke pasar akan menggeser barang dan jasa lain termasuk yang gulung tikar. Pada gilirannya terjadi penyesuaian kembali dan terjadi penyerapan ke dalam sistem baru. Keseimbangan baru ini cenderung lebih tinggi dari posisi keseimbangan sebelumnya.
5. Keberhasilan Perusahaan
Keberhasilan menunjukkan suatu tingkat kerja karena telah melahirkan suatu aktivitas atau usaha. Di dalam mengukur keberhasilan, mungkin masing-masing bidang memakai tolok ukur yang berbeda. Menurut pendapat Guiltinon dan G.W.Paul (1994) untuk mengukur keberhasilan dilihat dari analisis kemampulabaan (profitabilitas) yang dibedakan berdasarkan pada keputusan manajemen yang diperlukan, yaitu:
a. Untuk keputusan manajemen marjin.
Ini adalah keputusan-keputusan mengenai biaya, biaya variabel serta biaya pemasaran langsung yang dapat dikendalikan (controllable direct marketing cost)
b. Untuk keputusan manajemen kekayaan (asset management)
Ukuran ini diperlukan oleh manager dalam rangka membuat keputusan-keputusan mengenai jumlah investasi ruang (kekayaan dalam bentuk fisik) dan persediaan (kekayaan dalam bentuk dana) yang sesuai untuk suatu produk, lini produk atau departemen tertentu.
Adapun 4 macam ukuran besar yang sering digunakan, yaitu:
a. Perputaran persediaan.
b. Penjualan per meter persegi ruangan.
c. Pengembalian laba kotor atas investasi persediaan.
d. Laba kotor per meter persegi ruangan
Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk memilih ukuran ini, para manajer perlu mempertimbangkan dua pokok masalah yaitu:
1. Mana sumber daya yang lebih penting, apakah persediaan atau ruangan. Beberapa perusahaan mungkin mempunyai ruangan yang cukup, tetapi sumber dananya terbatas untuk membeli persediaan, atau sebaliknya ruangan yang langka. Bila sumber dana terbatas untuk membeli persediaan, maka pengukuran yang penting dititik beratkan pada sektor alokasi persediaan, yaitu diukur dengan perputaran persediaan dan pengembalian laba kotor atas investasi persediaan. Sebaliknya bila ruangan yang langka, maka ukuran di dasarkan pada penjualan.
2. Mana yang akan diperegunakan sebagai uukuran penghasilan, penjualan atau laba kotor. Hal ini didasarkan pada kemudahan pengukurannya. Banyak pengrajin batik yang menggunakan ukuran laba kotor.
Belum ada tanggapan untuk "Posisi Strategis Usaha Kecil-Mikro"
Posting Komentar