1. Landasan Hukum
Lebih lanjut jaminan atas hak yang sama bagi lagi-laki dan perempuan dituangkan dalam GBHN (1999-2004), bahkan secara khusus ratifikasi CEDAW - atau UU nomor 7 tahun 1978, menjadi bukti adanya perlindungan khusus Negara kepada perempuan. Namun demikian realitasnya pembangunan memberikan manfaat dan memiliki dampak yang berbeda bagi masyarakat, baik desa-kota, wilayah sentra, pinggiran maupun pedalaman, bagi laki-laki dan perempuan, dan disadari sebagai salah satu kelemahannya adalah dampak pembangunan tersebut menimbulkan kesenjangan antar daerah.
Meskipun dalam laporan resmi Negara menunjukkan Indonesia mengalami kemajuan ekonomi yang baik, dan terjadi angka pengurangan kemiskinan 18,2 persen dalam tahun 2002, dan menjadi 17,4 persen tahun 2003 (MGD’s: 2004) tetapi kemiskinan masih menjadi persoalan yang besar-terlebih lagi dengan adanya bencana beruntun di Aceh, Sumatra Utara, dan Nias, serta dampak kenaikan BBM. Kemiskinan dan keterbatasan lapangan kerja telah mendorong masyarakat untuk pergi ke Luar Negeri. Pada tahun 1999 menunjukkan ratio terbesar dari perempuan yang menjadi pekerja di Luar Negeri dibanding laki-laki, jumlah 242,6 per 100 laki-laki pekerja, sementara tidak ada perlindungan yang memadai, sehingga banyak terjadi kasus-kasus kekerasan.
Faktor penyebab suramnya kondisi perempuan di Indonesia (termasuk di daerah tertinggal) antara lain:
1) Kebijakan yang tidak sensitive terhadap kebutuhan rakyat, khususnya perempuan, yang tercermin pada rendahnya alokasi budget pembangunan pada sektor-sektor yang dekat dengan rakyat (pendidikan, kesehatan, pengembangan ekonomi).
2) Kebijakan ekonomi makro yang berfokus pada pertumbuhan, berdampak pada beban ganda perempuan karena urbanisasi, menjadi tenaga kerja murah maupun penyedia hiburan, serta keterbatasan akses perempuan dalam dunia public.
3) Ideologi patriakhi yang melahirkan subordinasi perempuan
4) Ketergantungan Indonesia pada Negara donor, globalisasi maupun konflik yang berkepanjangan.
Tidak jauh dari akibat permasalahan di atas, kondisi tertinggal yang dialami oleh sebagian wilayah Indonesia merupakan realitas yang kita hadapi, apakah dengan kekayaan alam yang mereka miliki masih memungkinkan mereka bertahan, berubah atau dalam kondisi yang semakin terpuruk?. Ada banyak alternative yang bisa dilakukan. Lebih khusus dalam upaya peningkatan kapasitas ekonomi merekaperempuan selalu menjadi “obyek”, karena perempuanlah yang dianggap fleksibel untuk melakukan fungsifungsi pengelolaan. Tetapi harus dipahami bahwa perempuan telah dalam posisi yang marginal. Oleh karenanya upaya pengembangan ekonomi tidak boleh menjadi upaya eksploitasi, tetapi sebaliknya menjadi alat penguatan, dengan ASPPUK memberikan gambaran bahwa Usaha Kecil-Mikro mampu menjadi pintu masuk dan media Penguatan Perempuan setidaknya yang terjadi di 64 kabupaten di Indonesia, di mana partner ASPPUK bekerja.
2. Industri Kecil
Pengertian industri kecil sampai saat ini belum terdapat kesepakatan di kalangan para ahli maupun lembaga-lembaga yang terkait. Namun ada beberapa kriteria yang bisa digunakan sebagai acuan untuk mendapatkan gambaran mengenai industri kecil. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor: 133/M/SK/8?1979, industri kecil dibagi dalam 4 (empat) golongan, yaitu:
1. Industri kecil yang mempunyai kaitan erat dengan industri menengah dan industri besar:
a. Industri yang menghasilkan barang-barang yang diperlukan oleh industri menengah dan besar.
b. Industri kecil yang membutuhkan produk-produk dari industri menengah dan besar.
c. Industri kecil yang memerlukan bahan-bahan limbah dari industri menengah dan besar.
2. Industri yang berdiri sendiri, yaitu industri yang langsung menghasilkan barang-barang untuk konsumen. Industri ini tidak mempunyai kaitan dengan industri lain.
3. Industri yang menghasilkan barang-barang seni.
4. Industri yang mepunyai pasaran lokal dan bersifat pedesaan.
Menurut Biro Pusat Statistik, besar kecilnya industri dapat ditentukan atas dasar kriteria jumlah tenaga kerja. Kriteria industri berdasarkan pemakaian jumlah tenaga kerja adalah sebagai berikut:
1. Industri besar adalah industri yang mempergunakan tenaga kerja 100 orang atau lebih.
2. Industri sedang adalah industri yang mempekerjakan tenaga kerja antara 20-99 orang.
3. Industri kecil adalah industri yang mempergunakan tenaga kerja 5-19 orang.
4. Industri rumah tangga adalah industri yang mempergunakan tenaga kurang dari 5 orang.
Jenis industri kecil jumlahnya cukup banyak, untuk menyederhanakan sebagai upaya pembinaan dikolompokkan ke dalam sentra-sntra industri kecil yaitu sentra industri pangan, sentra industri sedang dan kulit, sentra kimia dan bahan bangunan, sentra industri kerajinan dan umum, serta sentra industri logam.
Karakteristik-karakteristik industri kecil dan kerajinan menurut Cahyono dan Adi (1983) adalah:
1. Semangat kebabasan yang tinggi.
2. Semangat berusaha yang kuat.
3. Keseimbangan dominasi antara pengaruh pertimbangan-pertimbangan pribadi dan keluarga dengan pengaruh pertimbangan profesional.
4. Pengaruh faktor ketidaksengajaan yang lebih kuat dari pada pengaruh faktor rencana.
5. Keseksamaan dalam menggunakan waktu.
6. Pendidikan formal yang terbatas.
7. Harapan akan jangkauan hasil-hasil yang konkrit dan cepat.
Menurut Lempelius dan Thorne (1976: 74-84) mengemukakan masalah-masalah yang dihadapi industri kecil antara lain:
1. Sikap pasif dan bahkan menjahui persaingan.
2. Orientasi usahanya hanya sekedar untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
3. Orientasi usahanya hanya sekedar untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
4. Orientasi kegiatan lebih dicurahkan pada produksi dan kurang memadukan dengan kegiatan pemasaran.
5. Sebagian industri kecil bersifat pengusaha tukang.
6. Bersikap irasional terutama tidak atau kurang diperhitungkannya produk secara benar dalam memperoleh keuntungan.
7. Keterbatasan modal.
Hubungan industri kecil pengrajin batik dengan kewirausahaan adalah industri kecil pengrajin batik merupakan salah satu dunia wirausaha yang merupakan tantangan bagi generasi muda. Karena jumlah pencari kerja jauh lebih besar dari penawaran pekerjaan, oleh karena itu harus menciptakan pekerjaan sendiri atau berwirausaha. Menurut Nugroho (1984) seorang wirausaha adalah seorang yang dapat menciptakan dirinya menjadi seorang usahawan yang berhasil. Apa yang diperoleh melalui bangku sekolah adalah suatu modal dasar dari perkembangan pemikiran. Tinggi rendahnya sekolah seseorang umumnya mempengaruhi jalan pemikiran seseorang. Industri kecil pengrajin batik merupakan salah satu wujud berwirausaha, yang mana merupakan satu dari sekian banyak macam industri kecil kerajinan yang terbesar di seluruh Indonesia .
Belum ada tanggapan untuk "TINJAUAN PUSTAKA USAHA KECIL MENENGAH"
Posting Komentar