Menurut Maidar dan Mukti (repository.upi. edu/ operator/ upload/ s c0151 0603334 chapter2. pdf) ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh si pembicara untuk keefektifan berbicara, yakni faktor kebahasaan, dan faktor nonkebahasaan.
a. Faktor-faktor kebahasaan
1) ketepatan pengucapan vokal dan konsonan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahsa secara tepat sesuai dengan pengucapan fonem vokal dan konsonan. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Sudah tentu pula ucapan dan artikulasi yang kita gunakan tidak selalu sama. Masing-masing kita mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang kita gunakan berubah-ubah sesuai dengan pokok-pokok pembicaraan, perasaan dan sasaran. Akan tetapi, jika perbedaan dan perubahan itu terlalu mendominasi sehingga menjadi suatu penyimpangan, maka keefektifan komunikasi akan terganggu. Kita menyadari latar belakang penutur bahasa Indonesia memang berbeda-beda. Setiap penutur tentu sangat dipengaruhi oleh bahasa pertamanya dan bahasa asing. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik dan dapat mengalihkan perhatian pendengar.
2) Penempatan tekanan dan nada
Kesesuaian tekanan dan nada yakni penekanan tinggi rendahnya nada suara terhadap pesan yang ingin difokuskan atau ditekankan merupakan daya tarik sendiri dalam berbicara. Bahkan terkadang merupakan faktor penentu, walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik akan menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja atau nada suara selalu rendah, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan. Demikian juga halnya dengan pemberian tekanan pada kata atau suku kata. Tekanan suara biasanya jatuh pada suku kata terakhir atau suku kata kedua dari belakang. Dalam hal ini perhatian pendengar dapat beralih kepada cara berbicara pembicara sehingga pokok pembicaraan atau pesan yang disampaikan kurang diperhatikan. Akibatnya, keefektifan berbicara tentu terganggu.
3) Diksi atau Pilihan kata
Kata dan ungkapan yang kita gunakan dalam berbicara hendaknya konkret dan bervariasi. Pemilihan kata dan ungkapan harus konkret, maksudnya pemilihan kata atau ungkapan harus jelas, mudah dipahami pendengar. Kata-kata yang jelas biasanya kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar yaitu kata-kata populer. Pemilihan kata atau ungkapan yang ambigu akan menimbulkan kekurangjelasan pembicaraan. Pemilihan kata dan ungkapan yang bervariasi, maksudnya pemilihan kata atau ungkapan dengan bentuk atau kata lain lebih kurang maknanya sama dengan maksud agar pembicaraan tidak menjemukan pendengar dan sesuai dengan topik pembicaraan.
4) Struktur Kalimat
Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang megenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan atau menimbulkan akibat.
Kalimat yang efektif mempunyai ciri-ciri keutuhan, perpautan, pemusatan, perhatian dan kehematan. Ciri keutuhan akan terlihat jika setiap kata benar-benar bagian yang padu dari sebuah kalimat. Keutuhan kalimat akan rusak karena ketiadaan subjek atau adanya kerancuan. Perpautan, bertalian dengan hubungan antara unsur-unsur kalimat,misalnya antara kata dengan kata, frase dengan frase dalam sebuah kalimat. Hubungan itu harus jelas dan logis. Pemusatan perhatian pada bagian terpenting dalam kalimat dapat dicapai dengan menempatkan bagian tersebut pada awal atau akhir kalimat, sehingga bagian ini mendapat tekanan pada waktu berbicara. Selain itu kalimat efektif juga harus hemat dalam pemakaian kata, sehingga tidak ada kata-kata yang mubazir, artinya yang tidak berfungsi dapat disingkirkan.
Kalimat dikatakan efektif bila mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan berlangsung secara sempurna. Kalimat efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan tergambar lengkap dalam pikiran pendengar persis seperti apa yang dimaksud oleh pembicara.
b. Faktor- faktor Nonkebahasaan
Keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan seperti yang sudah diuraikan di atas, tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Dalam proses belajar mengajar, sebaiknya faktor nonkebahasaan ini ditanamkan terlebih dahulu, sehingga kalau faktor nonkebahasaan sudah dikuasai akan memudahkan penerapan faktor kebahasaan. Yang termasuk ke dalam faktor nonkebahasaan adalah:
1) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku
Bersikap wajar, berarti berbuat biasa sebagaimana adanya tidak mengada-ada. Sikap yang tenang adalah sikap dengan perasaan hati yang tidak gelisah, tidak gugup, dan tidak tergesa-gesa. Sikap tenang dapat menjadikan jalan pikiran dan pembicaraan menjadi lebih lancar. Dalam berbicara tidak boleh bersikap kaku, menggaruk-garuk kepala, atau mengusap keringat tetapi harus bersikap luwes dan fleksibel. Pembicara yang tidak tenang, lesu dan kaku tentu akan memberi kesan pertama yang kurang menarik. Padahal kesan pertama ini sangat penting untuk menjamin adanya kesinambungan perhatian pihak pendengar. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Tentu saja sikap ini sangat banyak ditentukan oleh situasi, tempat dan penguasaan materi. Penguasaan materi yang baik setidaknya akan menghilangkan kegugupan. Namun bagaimanapun, sikap ini memerlukan latihan. Kalau sudah biasa, lama kelamaan rasa gugup akan hilang dan akan menimbulkan sikap tenang dan wajar. Sebaiknya dalam latihan sikap ini harus ditanamkan lebih awal untuk kesuksesan berbicara.
2) Pandangan mata
Supaya pendengar dan pembicara benar-benar terlihat dalam kegiatan berbicara, pandangan pembicara sangat membantu. Namun hal ini sering diabaikan pembicara. Pandangan yang hanya tertuju pada satu arah akan menyebabkan pendengar merasa kurang diperhatikan. Banyak pembicara yang ketika berbicara tidak memperhatikan pendengar, tetapi melihat ke atas, ke samping, menunduk atau hanya melihat teks. Akibatnya perhatian pendengar berkurang. Hendaknya diusahakan supaya pendengar merasa terlibat dan diperhatikan.
3) Mimik (Ekspresi wajah)
Mimik (ekspresi wajah) yang tepat dapat pula menunjang keefektifan berbicara. Hal-hal yang penting selain mendapat tekanan biasanya dibantu dengan gerak tangan atau mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku. Mimik wajah yang datar, kaku, pucat, berkeringat, tidak dapat menghidupkan pembicaraan. Sebaiknya ketika berbicara mimik (ekspresi wajah) hendaknya harus mendukung, memperjelas dan dapat menghidupkan suasana.
4) Kelancaran
Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Seringkali kita mendengar pembicara berbicara terputus-putus, bahkan bagian antara yang terputus-putus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang sangat mengganggu penangkapan pendengar, misalnya a..., e..., em..., apa itu.... Hal tersebut tentu mengganggu penangkapan isi pembicaraan bagi pendengar. Di samping itu, pembicara jangan terlalu cepat berbicara supaya pendengar tidak sulit menangkap isi pembicaraan.
5) Penguasaan Topik
Penguasaan topik pembicaraan berarti pemahaman suatu pokok pembicaraan. Dengan pemahaman tersebut seorang pembicara memiliki kesanggupan untuk mengemukakan topik itu kepada para pendengar. Oleh karena itu sebelum melakukan kegiatan berbicara di depan umum seharusnya seorang pembicara harus menguasai topik itu terlebih dahulu. Sebab dengan penguasaan topik akan membangkitkan keberanian dan menunjang kelancaran berbicara. Namun dalam waktu yang terbatas, kita tidak mungkin menyampaikan seluruh hasil penelitian. Oleh karena itu, hal-hal yang telah kita uraikan dalam laporan, tidak perlu disampaikan semuanya. Pilihlah bagian-bagian yang penting atau pokok-pokoknya saja. Dengan demikian, sebelum kita menyajikan hasil penelitian itu, kita perlu meringkasnya.
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Presentasi"
Posting Komentar