Kesalahan dalam Metode Eksperimen.Hal-hal
yang mempengaruhi validitas internal dan eksternal dalam penelitian eksperimen, disebut "Extraneous Variables" adalah variabel
selain variabel-variabel utama yang diteliti, yang mempengaruhi hasil akhir penelitian (kesimpulan)
jika tidak dikontrol. Borg & Gall
mengutip Campbell
& Stanley (1963),
lihat juga Malhorta (1977) menunjukkan
ada 10 tipe variabel extraneous,
yaitu:
1.
History
2.
Maturation
3. Testing
4. Instrumentation
5. Statistical regression
6. Differential selection
7. Experimental mortality
8. Selection-maturation interaction
9. The John Henry Effect
10. Experimental treatment diffusion.
1. History.
Pada penelitian yang membutuhkan waktu relatif lama, ada kemungkinan terjadi hal-hal yang mempengaruhi proses penelitian itu sehingga hasil akhir penelitian tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh (treatment) perlakuan, tetapi oleh hal-hal lain. Ketika terjadi kerusuhan di Indonesia pada tahun 1998 (yang
menandai jatuhnya rejim Soeharto),
banyak penelitian menjadi "kacau"
karena terjadi perubahan-perubahan mendasar di segala bidang (ekonomi, politik, budaya, dan
sebagainya).
2. Maturation. Pada saat penelitian berlangsung, ada kemungkinan para subjek yang diteliti mengalami "pendewasaan" (maturation). Mereka
mungkin bertambah cerdas, bertambah terampil, lebih percaya
diri dan sebagainya. Jadi, hasil penelitian lagi-lagi tidak hanya
akibat dari treatment, tetapi juga
dipengaruhi faktor maturation ini.
3. Testing. Dalam studi eksperimen yang menggunakan pretest dan postest, ada kemungkinan subjek menjadi lebih
tahu tentang test (terutama postest), atau menjadi test wise. Maka, kalaupun ada kenaikan nilai test (post > pre). Hal ini mungkin lantaran subjek menjadi lebih pintar alias test wise. Bisa juga terjadi
kualitas pre test tidak
sama dengan kualitas post test. Misalnya post test lebih mudah dari
pada pre test, maka
wajar hasil post test lebih
baik daripada hasil pre
test-nya (lihat juga "instrumentation").
4. Instrumentation. Ini
berhubungan dengan kualitas instrumen
penelitian. Jika misalnya, pretest dibuat sangat sulit (tingkat kesukarannya tinggi), sedangkan postest dibuat dengan tingkat kesukaran lebih rendah (mungkin karena ketidaksengajaan) maka Jika pun hasil post > pre, hal ini bukan dari hasil treatment,
tetapi dari kesalahan instrumen
itu. Demikian pula bila kita telah menggunakan
jenis instrumen. Misalnya, untuk mengukur kemampuan psikomotorik diperlukan tes yang bersifat kegiatan fisik
("melakukan suatu kegiatan"). Tetapi peneliti ternyata hanya menggunakan tes tertulis. Misalnya, bukan kemampuan
psikomotorik yang diukur, tetapi
kemampuan kognitif.
5. Statistical regression. Ini berhubungan dengan perhitungan statistik.
Bila kita membandingkan dua kelompok (misalnya kelompok pengusaha kecil dan kelompok pengusaha menengah) dengan memperlakukan "treatment" yang sama (misalnya pengenalan terhadap manajemen usaha). Ternyata, setelah waktu tertentu, ada kecenderungan kelompok yang mendapat
"gain"
lebih besar adalah kelompok pengusaha kecil. Secara, "common
sense" sebenarnya kita bisa mengerti bila suatu perubahan lebih
mudah terlihat di konteks "kecil"
dari pada melihat perubahan di konteks "yang
lebih besar". Kenaikan Rp 1 juta ke Rp 2 juta adalah kenaikan 100%. Tetapi kenaikan yang sama, Rp 1 juta, dari
Rp 1 milyar ke Rp 1.001.000.000,00 "hanya" 0,001%.
6. Differential selection. Dalam studi eksperimen yang membandingkan dua kelompok (kelompok A
dan B), peneliti harus "mengatur"
sedemikian rupa sehingga kelompok A sama dengan kelompok B sehingga perbandingan bisa dilakukan secara baik.
Tetapi kadang-kadang karena satu dan lain hal, yang masuk ke kelompok A, misalnya, rata-rata lebih
baik daripada yang dikelompok B. Maka, ketika dua
kelompok ini dibandingkan di akhir
penelitian, jelas sekali kelompok A lebih baik dari kelompok B. Ini bukan karena treatment, tetapi karena
kesalahan pengelompokan.
7. Experimental mortality. Ini berhubungan
dengan tingkat drop out subjek
penelitian. Jika satu per satu subjek mengundurkan diri dari penelitian, lama-lama peneliti akan
kekurangan subjek untuk diteliti. Mungkin secara kuantitas jumlahnya masih
cukup. Tetapi bila profile subjek
berubah drastis (kelompok tertentu masih banyak, kelompok lain sebagai kelompok pembanding katakanlah tinggal satu orang), penelitian praktis tidak
mungkin dilanjutkan.
8. Selection-maturation interaction. Ini sama dengan nomor enam, tetapi satu
kelompok menjalani "pendewasaan" yang lebih cepat daripada
kelompok lainnya.
9. The John Henry Effect. Ini terjadi ketika kelompok kontrol (tidak diberi treatment) berperilaku
lebih giat, lebih rajin, dan sebagainya, daripada kelompok
eksperimen (kelompok yang diberi treatment). Hal ini mungkin terjadi karena, misalnya,
kelompok kontrol merasa bahwa nantinya mereka akan
"kalah" dibandingkan dengan kelompok eksperimen.
Perasaan "kalah" semacam ini bisa memacu kelompok kontrol
belajar dan bekerja lebih giat dari biasanya, katakanlah
untuk membuktikan bahwa mereka sama baiknya dengan kelompok
eksperimen.
10. Experimental Treatment Diffusion.
Ini terjadi ketika kelompok kontrol "belajar" dari
kelompok eksperimen, baik sengaja maupun tidak, Jadi, terjadi
"perembesan" pembelajaran dari kelompok eksperimen ke kelompok kontrol.
Semua variabel yang
berhubungan dengan fenomena di atas harus dikontrol oleh peneliti. Jika tidak, pasti akan terjadi
kesalahan dalam pengambilan
kesimpulan.
Apa yang dimaksud
dengan "dikontrol" adalah diantisipasi sedini mungkin dan kemudian "dijaga" agar tidak
mencemari proses eksperimen.
Misalnya, agar tidak terjadi efek "Differential Selection",
maka dua kelompok harus dipilih secara
acak (random) untuk
mencapai pembagian yang fair. Agar
tidak terjadi kesalahan karena faktor
"Instrumentation" atau
"testing", maka
instrumen harus diuji berulang-ulang
untuk mencapai validitas dan reliabilitas yang tinggi. Untuk menghindari "experiment mortality", peneliti harus melibatkan jumlah subjek yang cukup banyak. Dan sebagainya.
Belum ada tanggapan untuk "Kesalahan dalam Metode Eksperimen"
Posting Komentar